UU Lindungi Pengembangan Klon Karet
SAMARINDA. Sistem rekomendasi pengembangan klon karet disesuaikan
dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Perkebunan yang bertujuan untuk melindungi petani dan konsumen dari
peredaran benih palsu.
"Dengan memperhatikan UU Sistem Budidaya Perkebunan, maka klon yang
dapat disebarluaskan harus berupa benih bina. Hal ini penting dilakukan
guna memberikan jaminan kepada masyarakat agar produktivitas
perkebunannya meningkat dengan kulitas tinggi," kata Kepala Dinas
Perkebunan Kaltim Etnawati didampingi Kepala Bidang Produksi Sukardi.
Selain itu, harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000
tentang Perlindungan Varietas Tanaman dengan tujuan untuk menstimulasi
(merangsang) tumbuhnya industri perbenihan yang profesional.
Rekomendasi klon karet anjuran komersial dikelompokkan menjadi dua
yaitu kelompok klon penghasil lateks dan penghasil lateks-kayu. Klon
anjuran komersial adalah klon unggul yang dianjurkan untuk penanaman
skala luas yang disebut sebagai benih bina.
Sementara tanaman sumber biji untuk batang bawah harus memenuhi syarat.
Misalnya, blok tanaman monoklonal yang luasnya minimal 20 hektar setiap
blok. Umur tanaman antara 10 sampai 25 tahun dengan kerapatan tanaman
300 pohon perhektar.
Areal tanaman terpelihara dengan baik dengan topografi (kondisi alam)
datar sampai bergelombang. Biji yang dapat dimanfaatkan berasal dari
perkebunan besar atau proyek-proyek peremajaan karet rakyat dengan
hamparan yang cukup luas.
"Potensi produksi lateks merupakan rata-rata produksi tahunan selama
lima hingga 15 tahun sadap. Potensi ini merupakan hasil pengamatan pada
plot percobaan dengan pengelolaan yang dilakukan sesuai standar,"
jelasnya.
Klon karet unggul karena mempunyai potensi produksi lateks yang tinggi
dengan sifat sekunder baik. Sifat sekunder antara lain pertumbuhan
lilit batang pada masa tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman
menghasilkan (TM) relatif cepat dan tebal kulit (TK) baik.
Terutama memperhatikan ketahanan terhadap angin (KA), kering alur sadap
(KAS), respon terhadap stimulan (RS) dan resistensi klon terhadap
penyakit gugur daun Oidium (Oi), Colletotrichum (Coll), Corynespon
(Cory) dan jamur upas (JU).
"Dengan mengetahui sifat sekunder tersebut maka para pekebun dalam
melakukan pemilihan klon akan lebih cepat. Karenanya, terhadap varietas
ini dilindungi UU agar petani pekebun karet dapat memperoleh klon benih
bina unggul dan terhindar dari benih palsu," ungkap
Etnawati.(yans/hmsprov).
SUMBER : BIDANG PRODUKSI