Pabrik Karet Potensial di PPU
15 September 2014
Admin Website
Berita Daerah
4647
SAMARINDA. Kendati produksinya kian meningkat
setiap tahun, namun komoditas karet belum memiliki sentra pengolahan di
Kaltim. Sehingga karet dari Benua Etam hanya bahan baku tambahan bagi
daerah lain. Padahal, ini potensi yang nilainya besar.
Menurut Wakil Ketua Bidang Investasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim Alexander Sumarno, akhirnya karet pun dijual tanpa nilai tambah.
"Hal inilah yang membuat komoditas ini terpaksa diekspor dalam keadaan mentah," ucapnya.
Dia mengatakan, selain industri pengolahan, beberapa hal yang menyebabkan komoditas karet susah berkembang adalah infrastruktur jalan antardaerah yang masih rusak. Belum lagi masalah listrik yang belum menunjang geliat perusahaan dan variabel biaya angkut kargo dari kebun industri yang tinggi.
"Biaya angkut dari Samarinda menuju Jakarta tembus sekitar Rp 20 juta lebih untuk satu kontainer," sebutnya.
Dia menyatakan, hal inilah yang menyebabkan bahan mentah karet dari Kaltim dikirim ke Kalsel, biaya di daerah tersebut lebih murah sekitar Rp 11 juta. Sebab lebih baik dari segi infrastruktur dan suplai listrik. "Produknya mudah dikirim ke luar daerah seperti Jawa. Bahkan diekspor hingga ke Jepang," katanya.
Dia menyebut, bila Kaltim hendak melirik karet sebagai salah satu komoditas pendukung pertumbuhan ekonomi tentu harus memerhatikan beberapa hal, seperti lokasi, tenaga kerja, listrik, akses penghubung, dan biaya angkut.
Sekadar diketahui, Dinas Perkebunan mencatat, dengan luas lahan lebih dari 103 ribu hektare (ha) pada 2013 lalu, produksi karet di Kaltim mencapai 59.963 ton. Dengan kata lain, produktivitas tanaman ini mencapai 1.191 kilogram (kg)/ha.
Menilik penyebarannya, Kutai Barat menjadi daerah penghasil karet terbesar dengan produksi mencapai 35.278 ton. Dengan luasan lahan yang hanya 34.421 ha, produktivitas di daerah ini pun tercatat yang paling tinggi, yakni 1.620 kg/ha.
Meski secara statistik menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir, pengolahan karet Kaltim rupanya masih bergantung pada daerah lain, bahkan negara luar. Selain terkendala infrastruktur, kendala juga datang dari masalah kemitraan masyarakat dengan perusahaan.
Produksi karet di Kaltim bisa 500 ton per hari. Provinsi ini layak memiliki pabrik. Dari beberapa kabupaten penghasil karet, Penajam Paser Utara (PPU) menjadi layak karena posisinya di tengah-tengah daerah lain.
Dari luasan 10.922 hektare pada tahun lalu, Sumarno mengungkapkan, lahan karet di PPU kini telah mencapai 15 ribu ha. Tambahan produksi dari daerah potensial seperti Kubar dan lainnya, menjadi alasan besar Kaltim harus memiliki pabrik karet sendiri.
Jika pasarnya bagus, petani tanaman ini harusnya bisa hidup sejahtera. Untuk harga karet berkualitas biasa atau disebut lem adalah Rp 7.000 per kg. Sementara, kualitas sedang Rp 10.000 per kg, dan mencapai Rp 40.000 per kg untuk yang super. Jika pabrik karet dibangun, ekonomi daerah akan bergerak, belum lagi banyaknya tenaga kerja yang terserap. (*/ypl/che/k15)
SUMBER : KALTIM POST, SABTU, 13 SEPTEMBER 2014