Pengurangan Pungutan Ekspor CPO Dipertimbangkan
28 Juni 2016
Admin Website
Berita Nasional
4731
JAKARTA. Dana pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) tengah dipertimbangkan
pemerintah. Kementerian Perindustrian mengkaji hal tersebut menyusul
melemahnya penurunan produksi, yang juga diikuti penurunan ekspor.
"Harus diturunkan, karena ekspor turun produksi turun. USD 20 per metrik ton itu terlalu tinggi," kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto di Jakarta, Selasa (21/6) kemarin.
Dia menyebut, Kementerian Perindustrian saat ini sedang mengkaji penurunan angka pungutan tersebut, hingga ke tingkat yang sesuai. Artinya, pungutan tetap bisa dilakukan, namun juga tetap dapat mendorong ekspor industri di dalam negeri bisa tumbuh dan berkembang.
Menurut Panggah, yang menjadi pertimbangan agar pungutan tersebut bisa diturunkan adalah harga internasional CPO, kebutuhan dana BPDP, dan utilisasi kapasitas industri. Namun, ia belum memastikan besaran pungutan yang diminta setelah penurunan tersebut.
"Angkanya belum bisa disebutkan. Nanti ada tim yang mengkaji, tapi apakah USD 10, ataupun USD 5 per metrik ton, kita belum tahu," ujarnya. (ant/man/k15)
SUMBER : KALTIM POST, RABU, 22 JUNI 2016
"Harus diturunkan, karena ekspor turun produksi turun. USD 20 per metrik ton itu terlalu tinggi," kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto di Jakarta, Selasa (21/6) kemarin.
Dia menyebut, Kementerian Perindustrian saat ini sedang mengkaji penurunan angka pungutan tersebut, hingga ke tingkat yang sesuai. Artinya, pungutan tetap bisa dilakukan, namun juga tetap dapat mendorong ekspor industri di dalam negeri bisa tumbuh dan berkembang.
Menurut Panggah, yang menjadi pertimbangan agar pungutan tersebut bisa diturunkan adalah harga internasional CPO, kebutuhan dana BPDP, dan utilisasi kapasitas industri. Namun, ia belum memastikan besaran pungutan yang diminta setelah penurunan tersebut.
"Angkanya belum bisa disebutkan. Nanti ada tim yang mengkaji, tapi apakah USD 10, ataupun USD 5 per metrik ton, kita belum tahu," ujarnya. (ant/man/k15)
SUMBER : KALTIM POST, RABU, 22 JUNI 2016