Kemendag klaim BK kakao progresif sudah adil
JAKARTA. Kementerian Perdagangan mengklaim, pengenaan pajak ekspor atau Bea Keluar (BK) kakao secara progresif sebagai keputusan adil bagi eksportir.
Alasannya, penetapan BK sesuai dengan fluktuasi harga kakao di pasar internasional. Hal ini disampaikan oleh Mardjoko, Direktur ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan (Kemendag) di Jakarta, Jumat (30/3).
Mardjoko bilang, pengenaan BK progresif yang sudah berjalan selama dua tahun itu sesuai dengan kondisi dilapangan. "Kalau BK dikenakan tarif tetap, nanti menjadi tidak adil," kata Mardjoko (30/3).
Berlakunya BK progresif dinilai mampu menciptakan keseimbangan antara harga jual biji kakao dengan pajak yang mesti dikeluarkan. Sebaliknya, Mardjoko khawatir, pajak keluar biji kakao berupa tarif tetap, bisa memicu kemerosotan harga.
"Bila dikenakan secara tetap, harga kakao dibawah (petani) nanti malah memberatkan," kata Mardjoko. Meski demikian, Mardjoko mempersilahkan pelaku usaha mewacanakan untuk mengusulkan perubahan BK kakao tersebut.
Sebelumnya Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengatakan, aturan pajak ekspor progresif tidak sejalan dengan pola perdagangan kakao di bursa berjangka. "KB yang progresif tidak sinkron dengan sistem perdagangan kakao," ujarnya.
Dibandingkan produsen kakao lain, seperti Ghana,
menurut Zulhefi, negara tersebut menerapkan bea keluar kakao satu harga
alias tetap. Setiap ekspor kakao dikenai biaya US$ 80 per ton atau
sekitar Rp 750-Rp 800 per kilogram (kg).
DIKUTIP DARI KONTAN, MINGGU, 1 APRIL 2012