Kakao di Kaltim Tergerus Tambang
29 Desember 2015
Admin Website
Berita Daerah
4586
SAMARINDA. Bertambang di Kaltim begitu
menggairahkan. Saking eloknya bisnis pengeruk isi bumi itu, petani yang
berkebun kakao di Kaltim tak mendapat penghargaan. Terus berkurangnya
produktivitas berkebun kakao di Benua Etam, lantaran lahan cokelat itu
tergerus oleh pertambangan.
Hal tersebut dikatakan masih bisa
diatasi. Kaltim tetap akan mendapatkan manfaat lebih dari permintaan
kakao dunia yang terus meningkat. Dengan syarat, pemerintah mau berperan
lebih. Pasalnya, peluang ini akan terlewat dengan sendirinya bila
petani kakao terus dibiarkan tak berkembang. Yakni, tak memiliki mesin
pengubah bahan dasar cokelat ini.
Setelah nantinya mampu mengatasi kedua
masalah di atas, pemerintah mesti mempermudah masuknya investor kakao.
Sebab, selama ini swasta masih terkendala sulitnya pembebasan lahan saat
hendak menanam modal untuk pabrik kakao.
Hal ini dinyatakan Wakil Ketua Bidang
Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim Fakhruddin
Noor. Dia menyatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan beberapa
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di pemerintahan Kaltim.
Permasalahan di atas dapat teratasi dengan peran pemerintah.
"Saat ini, kebun kakao di Kaltim
memang telah banyak berkurang, kami sadari itu. Banyak lahan perkebunan
kakao yang tergerus oleh aktivitas tambang. Lahan mereka dibeli untuk
dijadikan lokasi pertambangan. Makanya, jumlah kebun kakao semakin
berkurang," ungkapnya.
Data Dinas Perkebunan Kaltim terakhir
pada 2014, total luas areal kebun kakao di Benua Etam adalah 9,514
hektare (ha). Sangat jauh dibanding total luas kebun sawit, yakni
1,020,413 ha. Selisih 1,010,899 ha. Sementara produksinya adalah 4,053
ton per tahun, dengan rata-rata produksi 707 kilogram per ha. Tenaga
kerja perkebunannya, 7.677 jiwa.
Dijelaskannya lagi, selain hal
tersebut, di Kaltim ini para petani tak memiliki mesin pengolahan kakao,
dari biji menjadi bubuk. Pemerintah semestinya membantu hal ini.
“Selama ini kan, Kaltim hanya mengirim biji kakao ke Sulawesi, dari kebun kakao terbanyak yang terletak di Kutim dan Berau,” imbuhnya.
Kini, lanjutnya, kebun kakao banyak
yang terbakar saat musim kemarau. Harga jual yang tak sebanding dengan
sulitnya berkebun kakao yang tergolong sangat sulit. Ditambah lagi
dengan keadaan Kaltim yang tak memiliki mesin pengolahnya. Padahal,
kakao banyak manfaatnya. Selain bisa menjadi konsumsi sebagai pangan
cokelat, juga bisa dijadikan obat.
"Masalah yang tak kalah penting,
adalah mempermudah masuknya investor yang ingin membangun pabrik kakao.
Selama ini, mereka terkendala pembebasan lahan. Biaya pembebasan lebih
mahal dibanding biaya produksi. Tentu ini memberatkan," ucapnya.
Dia mengingatkan, agar peran
pemerintah menangani hal ini tak bisa dielakkan. Permintaan kakao dunia
yang terus meningkat harus segera dimanfaatkan Kaltim. Jangan cuma bisa
menjadi pengirim bijinya saja. "Kadin sangat mendukung pemerintah untuk
menangani ini," tegasnya.
Diketahui, permintaan kakao dunia
makin meningkat ditopang kenaikan konsumsi dari tiga negara, yakni
Indonesia, India, dan Tiongkok. Menurut Kementerian Perdagangan yang
mengutip data dari Data International Cocoa Organization (ICCO),
konsumsi kakao tiga negara tersebut saat ini masih rendah, yakni 0,25
kilogram (kg) per kapita per tahun.
Ke depan, menurut data Kementerian
Perindustrian, konsumsi ketiga negara ini akan mencapai 1 kg per kapita
per tahun. Maka, dari tiga negara itu akan ada tambahan permintaan kakao
2,2 juta ton per tahun. (*/mon/lhl/k15)
SUMBER : KALTIM POST, SELASA, 29 DESEMBER 2015
SUMBER : KALTIM POST, SELASA, 29 DESEMBER 2015