
Aren dikenal memiliki kaya manfaat.
Sudah turun-temurun menjadi sumber bahan baku penghasil gula hingga
minuman. Belakangan enau itu juga bisa menghasilkan bahan bakar nabati
(BBN).
Hampir semua komponen dalam aren bisa dimanfaatkan.
Seperti daun yang bisa menjadi atap rumah. Lidinya menjadi sapu. Tandan
aren yang bisa dijadikan bahan untuk gula aren atau gula merah. Adapun
buah aren atau yang dikenal kolang-kaling biasanya untuk campuran
minuman dingin.
Maka tak berlebihan bila menyebut, pohon aren memang menyimpan potensi yang berlimpah untuk mendatangkan rupiah.
Yazid Ismi Intara, dosen Agronomi di Fakultas Pertanian (Faperta)
Universitas Mulawarman telah meneliti potensi manfaat aren genjah untuk
BBN. Bahkan, kata dia, kandungan yang tersimpan lebih unggul dari BBN
lain. “Lebih beruntungnya Kaltim, tanaman ini hanya mampu tumbuh subur
di provinsi ini,” katanya.
Doktor dari Institut Pertanian Bogor itu sudah meneliti keunggulan
aren genjah di Kutai Timur (Kutim). Hasilnya di luar dugaan. Tanaman
gula itu mampu mengalahkan keunggulan tanaman lain penghasil etanol yang
kerap dijadikan BBN, dari segi ekonomis hingga segi geografis. Kaltim
berpotensi bangkit bila memanfaatkan peluang ini.
Yazid telah meneliti itu sejak setahun lalu. Bila ditelaah lebih
lanjut, Benua Etam sebenarnya memiliki potensi alam untuk perkembangan
ekonomi daerah, yang belum tersorot publik. Aren genjah tumbuh subur di
Desa Kandolo, Kecamatan Teluk Pandan, Kutim.
Etanol dari nira hasil aren gencah tersebut memiliki kandungan
alkohol hingga 80 persen. Etanol pun, sama kandungannya dengan alkohol
yang biasa digunakan sebagai bahan bakar campuran yang biasa disebut
BBN, sehingga disebut biofuel.
“Produksi nira penghasil etanol dari aren gencah ini jumlahnya dua
kali lipat dari aren biasa (aren dalam, yang tingginya 12 meter).
Sementara dengan aren gencah yang tingginya sampai 3 meter ini, sudah
produksi pada usianya yang masih muda. Ya, aren gencah ini bisa
memproduksi hingga 30 liter dalam sehari. Jika bunga jantannya dipotong,
dia akan terus berproduksi,” ucapnya.
Merujuk data Wikipedia, produksi etanol dunia untuk bahan bakar
transportasi meningkat tiga kali lipat dalam kurun tujuh tahun. Dari 17
miliar liter pada 2000, menjadi 52 miliar liter pada 2007. Dari 2007 ke
2008, komposisi etanol pada bahan bakar bensin di dunia telah meningkat
dari 3,7 persen menjadi 5,4 persen.
Pada 2010, produksi etanol dunia mencapai 22,95 miliar galon Amerika
Serikat (AS), atau 86,9 miliar liter. AS sendiri memproduksi 13,2 miliar
galon AS, atau 57,5 persen dari total produksi dunia. Etanol mempunyai
nilai "ekuivalensi galon bensin sebesar 1.500 galon AS.
Menurutnya, tanaman ini merupakan varietas unggulan aren, meski
sebelumnya telah dicoba ditanam di Bengkulu. Namun, dari segi geografis
lebih subur jika ditanam di Sangatta. “Hasilnya lebih unggul bila
ditanam di Kutim,” imbuhnya.
Yazid menganggap, aren genjah bisa menggantikan peran minyak tanah.
Bahkan lebih ringan, dan lebih mudah terbakar. Juga, tentunya bisa untuk
dipakai untuk penggunaan petromaks (penerangan lampu). Sebab, bioetanol
yang mengandung alkohol sangat tinggi, nyaris 100 persen.
Aren genjah, ujar dia, merupakan pohon konservasi yang biasanya
ditanam di lereng-lereng untuk mencegah erosi. “Yaitu, dengan cara
menanam di antara pepohonan lain. Sebab, bila ditanam secara monokultur
(tunggal), akan lebih lekas mati. Karena, aren genjah merupakan tanaman
hutan,” ulasnya.
Aren genjah, lanjut dia, sudah bisa menghasilkan nira dalam kurun 3,5
hingga 4 tahun. “Ada verietas lainnya, yaitu aren dalam, sama-sama bisa
menghasilkan nira. Namun, perlu hingga tujuh tahun untuk bisa
menghasilkan nira. Sehingga, aren genjah lebih diunggulkan,” urai Yazid.
Jika dibanding tanaman lain, aren genjah lebih berpotensi di Kaltim
untuk bisa tumbuh dan memberi manfaat banyak. Namun perlu sedikit pupuk,
lantaran merupakan tanaman lokal.
“Dibanding tanaman penghasil energi lain, seumpama jagung, akan
membuat jauh lebih banyak input pupuk. Sementara tebu, tak cocok untuk
ditanam di Kaltim sebab hamanya yang cenderung banyak dan memerlukan
tanah yang juga banyak, juga perlu alat berat yang spesifik. Ditambah
lagi, cuaca Kaltim yang kurang seusai dengan tanaman tersebut,” ulasnya.
Yazid mengungkapkan, aren genjah memiliki mutu yang tinggi untuk BBN.
Sebab, alkohol dari kandungan nira tersebut oktannya lebih tinggi dan
mudah terbakar. Seperti halnya kandungan BBM premium, pertamax, hingga
pertalite, yang dibedakan oleh bilangan oktan.
Dia memaparkan, tanaman penghasil nira seperti aren genjah, jagung,
dan sejenisnya itu, dulunya kerap dijadikan bahan minuman memabukkan.
Salah satunya dijadikan tuak, minuman beralkohol tradisional.
Yazid bercerita, dulu dia pernah melihat seorang pengemudi speedboat
di Desa Long Sam, Tanjung Palas Barat, Bulungan, Kaltara. Pengemudi itu
stop di sebuah persinggahan untuk membeli minuman air mineral dalam
kemasan botol.
Tapi, setelah diselisik, orang tersebut terlihat mabuk. Ternyata, air
itu berasal dari bahan kandungan nira. Sebab, nira yang merupakan
alkohol, warnanya hampir tidak bisa dibedakan dengan air putih.
Penelitian tersebut, kata dia, sebenarnya sudah dipresentasikan di
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kaltim. Namun,
pemprov menginginkan agar tak hanya varietas aren yang digarap. Namun,
bersamaan dengan sawit, supaya keunggulan tanaman kelapa sawit bisa ikut
digalakkan.
Padahal, kata dia, dibanding sawit atau tanaman lainnya, aren genjah
bisa dipanen lebih awal. Meski memang, rata-rata aren tersebut
produksinya menurun setelah mencapai usia sekira 15-20 tahun. Tapi,
tanaman itu akan tetap bisa tumbuh sekira 25 hingga 30 tahun.
CARA MENYULING
Proses penyulingan untuk menghasilkan energi alternatif tersebut
tergolong mudah. Tak perlu banyak peralatan yang mahal. Bunga jantan
dari aren genjah dipotong, lantas mengeluarkan cairan getah bernama
nira.
Maka, sediakan ember atau wadah penampung nira di bawahnya. Setelah
terkumpul, lanjutkan ke tahap fermentasi, yakni didiamkan selama dua
hingga tiga hari untuk mendapat hasil maksimal.
Langkah berikutnya, rebus nira yang dikumpulkan dalam wajan. Di sini,
ada proses penyulingan yang perlu dilalui. Nira yang direbus sebenarnya
hanya untuk dicari uapnya saja. Maka sediakan pipa atau pipet maupun
selang, untuk mengalirkan uap sehingga menjadi air. Cairan hasil uap
yang terkumpul tersebut, lantas menjadi etanol. Kemudian disebut
bioetanol karena melalui proses kimia.
“Dari bunga betina aren genjah itu, biasanya bisa dijadikan
kolang-kaling. Sementara dari bunga jantannya yang diambil sebagai
penghasil nira, calon energi alternatif. Ketika nira keluar, baru
menetes, akan ada bau dan rasa pahitnya. Namun secara laboratorium,
belum bisa prototipe (bentuk fisik awal),” ulasnya.
Indonesia, menurut Yazid, sebenarnya negara yang mandiri energi.
Tapi, belum begitu dimanfaatkan maksimal potensi kekayaan tersebut.
Begitu juga harta dari Bumi Kalimantan.
“Pernah suatu kasus menunjukkan kerugian Indonesia. Dari Palu
(Sulawesi Tengah), ada mengirim gula pasir dari bahan tebu ke Filipina
dalam jumlah tak sedikit. Ternyata, di Filipina, tebu diolah menjadi
etanol avtur yang tinggi kandungan alkoholnya. Hampir 100 persen
kandungan (alkohol)-nya, lalu digunakan untuk bahan bakar pesawat,”
bebernya.
Diketahui, contoh negara di dunia yang terkenal telah mengembangkan
energi alternatif etanol adalah Brasil. Negara itu saat ini nomor satu
di dunia dalam hal penggunaan etanol sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor. Sekitar 15 miliar liter etanol dihasilkan setiap tahun di
Brasil.
Nah, manfaat penelitian ini begitu diharapkan Kaltim, bahkan negeri
ini. Sebab, menambah referensi pemerintah mengembangkan alternatif
penggunaan bahan bakar fosil dalam kehidupan sehari-hari. (mon/rom/k15)
SUMBER : KALTIM POST, SENIN, 22 AGUSTUS 2016