Tak Diurus, Kebun Sawit 124 Ha Mangkrak
MALINAU. Kepala Dinas Perkebunan Ir H Abdulfatah Zulkarnaen mengungkapkan bahwa proyek perkebunan kelapa sawit milik Kelompok Tani Gunung Sentabun Desa Malinau Seberang yang berlokasi di Desa Luso, Kecamatan MalinauUtara merupakan salah satu proyek perkebunan yang dikembangkan atas bantuan dana APBD Provinsi Kaltim.
Sebagai pihak yang terkait dengan program pengembangan perkebunan, Abdulfatah sangat menyayangkan atas kondisi perkebunan yang saat ini terlantar seperti perkebunan tak bertuan.
Selain disayangkan Disbun, proyek perkebunan sawit tersebutsebelumnya mendapat sorotan tajam dari sejumlah anggota DPRD Malinau yang melakukan peninjauan ke sana.
Pasalnya, perkebunan yang dibuka sejak 2009 lalu dengan luas lahan yang direncanakan 124 hektare tersebut mangkrak tidak terpelihara. Padahal,dana yang dialokasikan untuk pembukaan perkebunan tersebut cukup besaryakni mencapai Rp 2 miliar. Tahun 2010, dewan mendapati mata anggaran pemeliharaan tahap pertama untuk perkebunan tersebut senilai Rp 1,2 miliar.
Sedangkan dilapangan, sama sekali tidak terlihat adanya jejak pemeliharaan dengan anggaran sebesar itu. Perkebunan sawit seperti perkebunan semak belukar. Pupuk dibiarkan bertumpuk digudang hingga membusuk.“Kami juga kaget dan sangat menyayangkan. Kok dibiarkan terlantar,” ungkap Abdulfatah.
Hanya untuk soal anggaran, Ir H Abdulfatah Zulkarnaen membantah bahwa anggaran untuk perkebunan tersebut besarnnya mencapai Rp 3,2 miliar. Meluruskan dari temuan DPRD, H Abdulfatah Zulkarnaen menyebutkan bahwa anggaran untuk perkebunan tersebut hanya sebesar Rp 2 miliarsaja. Anggaran tersebut muncul pada ABT tahun 2009 dari APBD Provinsi Kaltim sebagai bantuan dukungan untuk kelompok tani tersebut.
H Abdulfatah Zulkarnaen menyebutkan yang bertindak sebagai pimpinan kelompok tani tersebut ialah H Baking, mantan anggota DPRD Malinau periode lalu. Abdulfatah Zulkarnaenmenyebutkan, dalam pelaksanaannya anggaran tersebut tahun 2009 itu hanya terserap Rp 800 juta. Yaitu untuk pengadaan pupuk, bibit sebanyak 8.000 pokokatau pohon, kemudian herbisida dan peralatan kerja. Termasuk di dalamnya biaya kegiatan kelompok tani sebesar Rp 250 juta. Karena tahun 2009 tidak terserapseluruhnya, maka di tahun 2010 sisanya yakni anggaran senilai Rp 1,2 miliar itu diluncurkan kembali. “Jadi bukan anggaran baru atau tambahan pada anggaran tahun sebelumnya. Itu anggaran luncuran,” jelasnya.
Dari Rp 1,2 miliar yang dikucurkan tahun 2010 itu, imbuh Abdulfatah Zulkarnaen, yang terserap pada tahun 2010 itu juga hanya sebesar Rp 400 jutasaja. “Sisanya Rp800 juta masih tersimpan,” ujarnya seraya menegaskan bahwa pembayaran yang dilakukan pihaknya terhadap proyek tersebut hanya disesuaikan dengan kondisi pekerjaan yang dibereskandi lapangan.
Abdulfatah Zulkarnaen menyayangkan
karena kelompok tani ini bukan hanya tidak sanggup menyerap anggaran
yang sudah dialokasikan, tapi juga malah menelantarkan pekerjaan.
“Padahal kalau bagus kedepannya bisa saja mendapatkan tambahan
anggaranlagi,” ujarnya.
Disinggung soal pengalihan anggaran kekelompok tani lainnya terhadap sida anggaran yang ada, H Abdulfatah Zulkarnaen menjelaskan hal itu tidak bias dilakukannya. Sebab, dalam nomenklaturmata anggaran bantuan itu diperuntukan bagi Kelompok Tani Tani Gunung Sentabun.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 25 APRIL 2011