Inpres No 10/2011 Matikan Pengusaha Lokal
24 Mei 2011
Admin Website
Artikel
3878
JAKARTA--MICOM: Instruksi Presiden (Inpres) No 10 tahun 2011
tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola
Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang diterbitkan pada 19 Mei 2011
dinilai akan mematikan pengusaha dan petani di Tanah Air.
Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, Senin (23/5) kepada Media Indonesia. Pemerintah mengorbankan kepentingan ekonomi, sosial, dan investasi dengan dikeluarkannya inpres tersebut.
"Gapki sangat menyesalkannya karena pemerintah tidak mengakomodasi kepentingan dunia. Padahal, para pengusaha perkebunan kelapa sawit telah menyampaikan usulan, tapi usulan itu tidak diakomodir sepenuhnya, sehingga keputusan ini sangat merugikan kepentingan pengusaha dan petani lokal," ungkapnya.
Merujuk Undang-Undang No 41/1999 yang menyatakan kehutanan harus mengacu pada aspek ekonomi, sosial, dan ekologi. Pemerintah wajib memperhatikan ketiga aspek itu. Pemerintah hanya melihat kepentingan kerja sama dengan pemerintah Norwegia. Padahal, kerja sama itu hanya melihat aspek lingkungan saja, dengan mengorbankan kepentingan ekonomi, sosial, dan investasi.
Menurutnya, selama ini kalangan pengusaha dan para petani telah memberikan kontribusi ekonomi dan pendapatan negara dan kontribusi sosial serta investasi bagi pemerintah.
“Sejumlah aspek itu harus diperhatikan pemerintah, jika tidak, tidak menutup kemungkinan perusahaan perkebunan dan usaha lainnya terancam collaps dan kreditnya di perbankan mengalami stagnasi," tandasnya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SENIN, 23 MEI 2011
Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, Senin (23/5) kepada Media Indonesia. Pemerintah mengorbankan kepentingan ekonomi, sosial, dan investasi dengan dikeluarkannya inpres tersebut.
"Gapki sangat menyesalkannya karena pemerintah tidak mengakomodasi kepentingan dunia. Padahal, para pengusaha perkebunan kelapa sawit telah menyampaikan usulan, tapi usulan itu tidak diakomodir sepenuhnya, sehingga keputusan ini sangat merugikan kepentingan pengusaha dan petani lokal," ungkapnya.
Merujuk Undang-Undang No 41/1999 yang menyatakan kehutanan harus mengacu pada aspek ekonomi, sosial, dan ekologi. Pemerintah wajib memperhatikan ketiga aspek itu. Pemerintah hanya melihat kepentingan kerja sama dengan pemerintah Norwegia. Padahal, kerja sama itu hanya melihat aspek lingkungan saja, dengan mengorbankan kepentingan ekonomi, sosial, dan investasi.
Menurutnya, selama ini kalangan pengusaha dan para petani telah memberikan kontribusi ekonomi dan pendapatan negara dan kontribusi sosial serta investasi bagi pemerintah.
“Sejumlah aspek itu harus diperhatikan pemerintah, jika tidak, tidak menutup kemungkinan perusahaan perkebunan dan usaha lainnya terancam collaps dan kreditnya di perbankan mengalami stagnasi," tandasnya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SENIN, 23 MEI 2011