JAKARTA.
Menteri Perindustrian MS Hidayat sangat mendukung langkah Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sebagai asosiasi keluar dari
forum Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Selama ini Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia diperlakukan tidak fair oleh RSPO.
"Malah saya mendukung, selama ini teman-teman diperlakukan oleh RSPO tidak fair," kata Hidayat kepada detikFinance, Rabu (5/10/2011).
Hidayat
menegaskan dengan langkah tersebut maka Gapki akan lebih memfokuskan
pengembangan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Justru dengan adanya
ISPO, maka posisi Indonesia akan lebih sejajar dengan pemangku
kepentingan persawitan internasional termasuk RSPO.
"Kita merasa selama ini diperlakukan tidak fair," tegas Hidayat.
Masalah
sikap RSPO yang 'mempermainkan' negara-negara produsen sawit termasuk
Indonesia sejatinya sudah menjadi rahasia umum. Perlakuan tersebut
membuat asosiasi sawit Indonesia dan Malaysia kerap kali terlihat kompak
dalam meladeni tekanan dari RSPO.
Misalnya pada Mei 2010 lalu
Asosiasi produsen sawit Indonesia-Malaysia mengancam akan melakukan aksi
walk out dalam forum working group (WG) ke-2 RSPO. Hal ini dilakukan
karena syarat-syarat RSPO yang dibahas oleh WG semakin memberatkan
produsen sawit kedua negara.
Pada waktu itu Sekjen Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan
kreteria yang ditetapkan oleh RSPO terhadap pengelolaan sawit yang
berkelanjutan setiap waktu selalu diubah. Tentunya hal ini menurutnya
memberatkan produsen sawit.
Syarat-syarat baru yang diajukan
RSPO cenderung menyulitkan dan membidik kepada produsen sawit saja.
Padahal anggota RSPO bukan hanya produsen tetapi mencakup perbankan,
industri, NGO, importir, dan lain-lain.
Misalnya dalam pertemuan
WG pertama tahun 2009 lalu telah disusun prinsip dan kriteria baru yang
akan dimasukkan dalam syarat RSPO, di antaranya semua sumber emisi gas
rumah kaca di perkebunan kelapa sawit harus dicatat, dimonitor, dan
dilaporkan.
Penanaman baru harus dilahan dengan stok karbon
kurang dari 35 ton per hektar untuk mengurangi sebesar-besarnya emisi
karbon dan semua penggunaan lahan gambut dilarang, yang semuanya sangat
memberatkan produsen.
RSPO merupakan asosiasi nirlaba yang
menyatukan kepentingan tujuh sektor industri kelapa sawit. Anggota RSPO
berasal dari berbagai sektor, dari produsen produk konsumen, produsen
kosmetik, pengolah dan pedagang kelapa sawit, penyedia jasa keuangan,
peritel, sampai dengan lembaga swadaya masyarakat.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, RABU, 5 OKTOBER 2011