Pengusaha Minta Bea Keluar CPO Jadi 3%
01 November 2013
Admin Website
Berita Nasional
3584
BANJARMASIN. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap pemerintah
menurunkan bea keluar (BK) ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dari 9% menjadi 3%. Itu diperlukan untuk
membantu pengusaha sawit mengatasi turunnya harga CPO di pasar internasional
saat ini.
Ketua
Umum GAPKI Joefly J Bahroeny mengungkapkan, tingginya BK CPO sangat memberatkan
pengusaha. "Kalau tujuan tingginya pajak (BK) karena untuk mendorong kebutuhan
CPO nasional hanya sekitar 8 juta ton per tahun," kata dia di Banjarmasin, Rabu
(30/10).
Sedangkan
produksi CPO nasional, kini telah mencapai 28 juta ton, artinya ada kelebihan
sekitar 20 juta ton per tahun, yang memang tidak mungkin ditahan di dalam
negeri. Menurut dia, bila pemerintah tetap memaksakan kehendak agar CPO untuk
memenuhi produksi dalam negeri, akan sangat memberatkan pengusaha, karena
kelebihan stok.
"Produksi
yang cukup banyak tersebut, tidak mungkin kita buang, jadi harus tetap
diekspor, agar pengusaha tidak terlalu berat, kita menuntut agar pemerintah
bisa menurunkan pajak ekspor sebagaimana negara lain seperti Malaysia yang kini
cukup rendah," katanya.
Saat
ini tambah dia, produksi CPO di Indoensia berkembang sangat pesat, dari
sebelumnya hanya dua provinsi yaitu Sumatera dan Aceh, kini telah berkembang ke
23 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia. Begitu juga dengan luasannya, dari
sebelumnya hanya 0,28 juta ha pada tahun 1979, kini telah mencapai hampir 9
juta ha. "Yang menggembirakan, dari 9 juta ha tersebut, 43% atau 3,7 juta
ha adalah milik petani plasma, yang artinya keuntungan terbesar juga dirasakan
langsung oleh para petani," katanya.
Sisanya, 49% adalah milik swasta, dan 8% milik BUMN. Tingginya lahan milik petani plasma tersebut, terjadi karena regulasi di sektor perkebunan kelapa sawit yang banyak memihak masyarakat, di mana adanya ketentuan bahwa setiap perusahaan harus menyisihkan 20% dari lahannya untuk petani plasma. Kondisi tersebut, berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya, dari 0,28 juta ha, terdiri 68% milik BUMN dan 32% milik swasta, di mana petani kurang dilibatkan. "Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia cukup pesat, dan kini telah menduduki urutan pertama untuk produksi sawit dunia," katanya.
DIKUTIP DARI INVESTOR DAILY, 31 OKTOBER 2013
Sisanya, 49% adalah milik swasta, dan 8% milik BUMN. Tingginya lahan milik petani plasma tersebut, terjadi karena regulasi di sektor perkebunan kelapa sawit yang banyak memihak masyarakat, di mana adanya ketentuan bahwa setiap perusahaan harus menyisihkan 20% dari lahannya untuk petani plasma. Kondisi tersebut, berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya, dari 0,28 juta ha, terdiri 68% milik BUMN dan 32% milik swasta, di mana petani kurang dilibatkan. "Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia cukup pesat, dan kini telah menduduki urutan pertama untuk produksi sawit dunia," katanya.
DIKUTIP DARI INVESTOR DAILY, 31 OKTOBER 2013