Pemerintah Stop Impor Benih Sawit
BANDUNG. Pemerintah
telah menyetop impor benih sawit per Oktober 2014. Itu dilakukan karena
produksi benih sawit oleh sedikitnya sembilan perusahaan nasional telah mampu
memenuhi seluruh kebutuhan di dalam negeri, baik dari sisi kuantitas maupun
kualitas. Tahun ini, kebutuhan benih sawit mencapai 150 juta kecambah, namun
produksi justru mencapai 180 juta kecambah.
Dirjen
Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Gamal Nasir mengungkapkan, pihaknya
sebenarnya sudah tidak memberikan izin impor benih sawit sejak Januari 2014,
namun kebijakan pemberhentian impor tersebut baru resmi diberlakukan pada bulan
lalu. Pada Januari-September 2014 memang masih ada impor benih sebanyak 8 juta
kecambah, namun izin itu telah dikeluarkan pada 2013 dan baru direalisasikan
oleh perusahaan sawit pada tahun ini. "Kami sudah menyetop impor benih sawit
sekitar bulan lalu karena produksi domestik kami rasa sudah lebih dari cukup
untuk memenuhi kebutuhan, kualitasnya pun sangat baik," kata Gamal di sela-sela
10th Indonesian Palm Oil Conference and 2015 Outlook (IPOC 2014) yang
bertema Transforming Palm Oil Industry, Enhancing Competitiveness di
Bandung, pekan lalu.
Gamal
menuturkan, ketentuan UU Penanaman Modal Asing (PMA) sejatinya mewajibkan agar
investor asing diberi kemudahan atau fasilitas, termasuk untuk mendatangkan
benih sawit dari luar negeri. Di dalam aturan itu juga disebutkan, impor benih
sawit diperbolehkan sebanyak 10% dari total produksi dalam negeri.
Namun dengan
produksi benih domestik yang berlimpah, Kementan memutuskan untuk tidak lagi
memberikan rekomendasi izin impor. "Selama ini, realisasi impor setiap tahun
juga kurang dari 10%. Apalagi saat ini ekspansi lahan perkebunan sawit di
Indonesia juga berkurang karena adanya kebijakan moratorium izin hutan dan
lahan gambut, akibatnya produksi benih sawit domestik berlimpah," kata Gamal
Nasir.
Menurut
Gamal, produksi benih sawit domestik sudah sama dnegan impor, terutama dari
sisi produktivitas. Di Indonesia, produsen benih sawit berskala besar
diantaranya Pusat penelitian kelapa Sawit (PPKS) Medan, PT Socfin Idnonesia, PT
London Sumatra Plantation, PT Bina Sawit Makmur, PT Tunggal Yunus Estate, PT
Dami Mas Sejahtera, PT Tania Selatan, PT Bakti Tani Nusantara PT Inti Sawit
Pratama, dan PT Sasaran Ehsan Mekarsari. "Kemarin, kami dapat laporan
diantaranya dari PPKS, Socfin, dan Dami Mas apabila kualitas atau produktivitas
benih domestik sangat bagus," ujar dia.
Dengan
kelebihan produksi hingga 30 juta kecambah, kata dia, Kementan mendorong para
produsen benih nasional untuk mengekspornya. Selama ini, Indonesia juga
sebenarnya telah mengekspor benih sawit ke sejumlah negara, seperti
Afrika Barat, Papua Nugini, dan India bagian selatan. "Malaysia sebenarnya
pasar ekspor yang besar, tapi negara itu belum mau menerima benih Indonesia.
Karena itu, kami pun sudah sejak lama tidak mengizinkan impor benih dari
Malaysia," kata Gamal.
Ketua Forum
Komunikasi Produsen Benih Sawit Indonesia (FKPBSI) Dwi Asmono mengatakan, impor
benih sawit memang sudah seharusnya tidak dilakukan karena produksi benih dalam
negeri saat ini cenderung cukup. Bahkan berlimpah. Kualitas dan kenekaragaman
benih sawit domestik juga tidak kalah dengan produk sejenis dari negara lain.
Saat ini, ada 39 varietas benih sawit lokal yang telah beredar di dalam negeri.
Produksi pun cukup berlimpah. Dalam catatan FKPBSI, pada 2013, produksi
mencapai 130 juta kecambah. Hanya saja, dengan minimnya ekspansi kebun sawit
nasional, tahun ini produksi benih kemugkinan hanya 100 juta kecambah.
Baru 200 Ribu ha
Gamal
menuturkan, melimpahnya produksi benih sawit nasional selain dipicu oleh
minimnya ekspansi lahan perkebunan juga karena seretnya program penanaman ulang
(replanting). Padahal, program replanting sangat diharapkan untuk
mengatasi kesenjangan antara produktivitas sawit rakyat dengtan sawit
perkebunan besar swasta (PBS). Produktivitas sawit rakyat swadaya rata-rata
hanya 15 ton tandan buah segar (TBS) per hektar (ha), padahal milik PBS dan
petani plasma mencapai 30 ton TBS per ha. "Replanting ini memang sangat seret
terutama milik kebun sawit rakyat swadaya, pemerintah sih inginya membantu
namun dananya terbatas," kata dia.
Menurut
Gamal Nasir, pemerintah telah menelurkan program revitalisasi perkebunan pada
2007 yang salah satunya mendorong rogram replanting perkebunan sawit
rakyat swadaya yang mengalami replanting. Program ini memang
mengandalkan kredit perbankan sebagai sumber pembiayaan, namun pada
kenyataannya banyak petani yang tidak memiliki sertifikat lahan untuk dignakan
sebagai agunan ke bank. "Karena itu, kami minta Kepada Badan Petanahan Nasional
(BPN) untuk bisa membantu mengatasi masalah ini. Ini agar tak hanya
produktivitas sawit swadaya yang kini luas lahannya mencapai 4,4 juta ha bisa
sama dengan milik PBS dan petani plasma, tapi juga agar produksi benih sawit
bisa lebh banyak terserap untuk program replanting," ungkap dia.
Dalam data
yang dioleh Ditjen Perkebunan Kementan, perluasan atau ekspansi perkebunan
kelapa sawit di Tanah Air untuk tahun ini diperkirakan hanya seluas 200,068 ha,
sehingga total kebun sawit nasional menjadi 10.210.892 ha. Perluasan lahan
tersebut terdiri atas 127.325 ha oleh perkebunan sawit rakyat, seluas 3.448 ha
oleh perkebunan milik pemerintah (BUMN), dan seluas 69.292 ha oleh perkebunan
sawit swasta. Dengan ebgitu, luas perkebunan sawit rakyat tahun ini menjadi
4.543.121 ha, perkebunan BUMN menjadi 690.312 ha dan perkebunan swasta
4.977.456 ha.
SUMBER : INVESTOR DAILY, SENIN, 1 DESEMBER 2014