Mengapa Petani Tidak Kapok Menggunakan Benih Palsu?
16 Juli 2013
Admin Website
Artikel Perkebunan
12190
Banyak petani yang menggunakan benih asalan, namun tidak merasa sudah dirugikan. Mengapa demikian?
Ada anggapan yang keliru dari para petani, jika kebun yang menggunakan benih palsu dipastikan tidak akan menghasilkan buah. “Jika tanaman di kebun masih berbuah maka itu bibitnya benar”ungkap seorang petani.
Kenyataannya tidak demikian. Tanaman asal benih palsu juga menghasilkan buah. Kebanyakan petani merasa sukses ketika tanaman sudah menghasilkan, tanpa pernah menghitung berapa hasil aktual yang sesungguhnya ia peroleh.
Kerugian akibat benih palsu baru terlihat jika petani melakukan perhitungan panen. Umumnya produksi kebun yang menggunakan bahan tanam asalan, mengacu pada penelitian PPKS, hanya 50 persen dari hasil yang bisa dicapai jika menggunakan benih bermutu.
Petani kelapa sawit di salah satu Kabupaten di Sumatera Utara, melalui sebuah penelitian LSM kelapa sawit, hanya bisa memperoleh hasil 10 ton TBS/ha/tahun, meskipun umur tanamannya sudah mencapai 14 tahun.
Padahal jika menggunakan benih bermutu petani bisa meraih produksi hingga 20 ton/ha/tahun dengan pemeliharaan yang kurang baik. Dan bisa mencapai 30 Ton TBS/ha/tahun bahkan 35 Ton TBS/ha/tahun jika melakukan pemeliharaan yang intensif.
Dengan harga TBS Rp. 1.500 /kg maka dengan menggunakan benih palsu maka petani kehilangan pendapatan hingga Rp. 15 juta per ha setiap tahunnya dengan asumsi kehilangan hasil 10 ton per ha.
Proses penyebaran benih palsu umumnya terjadi ketika salah satu petani yang sudah membeli, menunjukkan pada rekannya bahwa tanamannya sudah menghasilkan. Sehingga petani lainnyapun tertarik membeli dari sumber yang sama dari rekannya, yang nyatanya tidak jelas asal usulnya.
Oleh sebab itu, kerugian akibat menggunakan benih palsu tidak selalu berupa tanaman tidak menghasilkan. Bisa saja tanaman menghasilkan namun produktivitasnya jauh dibawah tanaman yang berasal dari benih bermutu.
Ada anggapan yang keliru dari para petani, jika kebun yang menggunakan benih palsu dipastikan tidak akan menghasilkan buah. “Jika tanaman di kebun masih berbuah maka itu bibitnya benar”ungkap seorang petani.
Kenyataannya tidak demikian. Tanaman asal benih palsu juga menghasilkan buah. Kebanyakan petani merasa sukses ketika tanaman sudah menghasilkan, tanpa pernah menghitung berapa hasil aktual yang sesungguhnya ia peroleh.
Kerugian akibat benih palsu baru terlihat jika petani melakukan perhitungan panen. Umumnya produksi kebun yang menggunakan bahan tanam asalan, mengacu pada penelitian PPKS, hanya 50 persen dari hasil yang bisa dicapai jika menggunakan benih bermutu.
Petani kelapa sawit di salah satu Kabupaten di Sumatera Utara, melalui sebuah penelitian LSM kelapa sawit, hanya bisa memperoleh hasil 10 ton TBS/ha/tahun, meskipun umur tanamannya sudah mencapai 14 tahun.
Padahal jika menggunakan benih bermutu petani bisa meraih produksi hingga 20 ton/ha/tahun dengan pemeliharaan yang kurang baik. Dan bisa mencapai 30 Ton TBS/ha/tahun bahkan 35 Ton TBS/ha/tahun jika melakukan pemeliharaan yang intensif.
Dengan harga TBS Rp. 1.500 /kg maka dengan menggunakan benih palsu maka petani kehilangan pendapatan hingga Rp. 15 juta per ha setiap tahunnya dengan asumsi kehilangan hasil 10 ton per ha.
Proses penyebaran benih palsu umumnya terjadi ketika salah satu petani yang sudah membeli, menunjukkan pada rekannya bahwa tanamannya sudah menghasilkan. Sehingga petani lainnyapun tertarik membeli dari sumber yang sama dari rekannya, yang nyatanya tidak jelas asal usulnya.
Oleh sebab itu, kerugian akibat menggunakan benih palsu tidak selalu berupa tanaman tidak menghasilkan. Bisa saja tanaman menghasilkan namun produktivitasnya jauh dibawah tanaman yang berasal dari benih bermutu.
SUMBER : PENGAWAS BENIH TANAMAN