
Banyak petani yang menggunakan benih asalan, namun tidak merasa sudah dirugikan. Mengapa demikian?
Ada
anggapan yang keliru dari para petani, jika kebun yang menggunakan
benih palsu dipastikan tidak akan menghasilkan buah. “Jika tanaman di
kebun masih berbuah maka itu bibitnya benar”ungkap seorang petani.
Kenyataannya
tidak demikian. Tanaman asal benih palsu juga menghasilkan buah.
Kebanyakan petani merasa sukses ketika tanaman sudah menghasilkan, tanpa
pernah menghitung berapa hasil aktual yang sesungguhnya ia peroleh.
Kerugian
akibat benih palsu baru terlihat jika petani melakukan perhitungan
panen. Umumnya produksi kebun yang menggunakan bahan tanam asalan,
mengacu pada penelitian PPKS, hanya 50 persen dari hasil yang bisa
dicapai jika menggunakan benih bermutu.
Petani kelapa sawit di
salah satu Kabupaten di Sumatera Utara, melalui sebuah penelitian LSM
kelapa sawit, hanya bisa memperoleh hasil 10 ton TBS/ha/tahun, meskipun
umur tanamannya sudah mencapai 14 tahun.
Padahal jika
menggunakan benih bermutu petani bisa meraih produksi hingga 20
ton/ha/tahun dengan pemeliharaan yang kurang baik. Dan bisa mencapai 30
Ton TBS/ha/tahun bahkan 35 Ton TBS/ha/tahun jika melakukan pemeliharaan
yang intensif.
Dengan harga TBS Rp. 1.500 /kg maka dengan
menggunakan benih palsu maka petani kehilangan pendapatan hingga Rp. 15
juta per ha setiap tahunnya dengan asumsi kehilangan hasil 10 ton per
ha.
Proses penyebaran benih palsu umumnya terjadi ketika salah
satu petani yang sudah membeli, menunjukkan pada rekannya bahwa
tanamannya sudah menghasilkan. Sehingga petani lainnyapun tertarik
membeli dari sumber yang sama dari rekannya, yang nyatanya tidak jelas
asal usulnya.
Oleh sebab itu, kerugian akibat menggunakan benih
palsu tidak selalu berupa tanaman tidak menghasilkan. Bisa saja tanaman
menghasilkan namun produktivitasnya jauh dibawah tanaman yang berasal
dari benih bermutu.
SUMBER : PENGAWAS BENIH TANAMAN