Kaltim Fokus Pengolahan Produk Turunan SDA
JAKARTA. Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak kembali mendapatkan kesempatan menjadi salah satu pembicara dalam forum berskala internasional. Kali ini Awang Faroek berbicara dalam forum bisnis tentang "Pengelolaan Energi dan Tambang Daerah Kabupaten yang Bekelanjutan" pada AITIS (Apkasi International Trade and Investment Summit) 2014 di Jakarta International Expo (JIEx) Kemayoran, Selasa (15/4).
Pada kesempatan itu, Awang Faroek mengungkapkan saat ini terdapat beberapa peluang investasi di sektor pertambangan, sehingga memungkinkan berbagai pilihan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Kaltim. Namun, ujar dia, investasi sektor pertambangan akan lebih memfokuskan pada downstream dari sumber daya alam (SDA) yang dihasilkan.
"Misalkan batu bara, kedepan kita tidak hanya mengekspor mentahnya saja tetapi juga telah menyiapkan pabrik untuk memproduksi produk turunannya. Sehingga tidak melulu diekspor, tetapi bagaimana meningkatkan daya saing dan nilai ekonomi komoditi ekspor kita," ujar Awang Faroek.
Untuk mendukung program tersebut, menurut dia, saat ini Pemprov Kaltim sedang membangun Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy yang akan terintegrasi dengan kawasan industri lain disekitarnya. Bahkan pada kawasan tersebut akan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK).
Dalam kawasan MBTK yang akan menjadi KEK ketiga di Indonesia setelah Sungai Mangke di Sumatera Utara dan Dumai di Riau, akan terdapat pabrik pengolahan batu bara, pabrik kelapa sawit (PKS) dan pelabuhan CPO (crude palm oil) berskala internasional yang akan menjadi pusat perdagangan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II di Selat Makassar.
"Potensi sawit Kaltim saat ini sudah 1,3 juta hektar dan akan kita maksimalkan hingga 2,4 juta hektar, belum lagi sawit dari Kalsel, Kalteng dan Kalbar. Semua akan diangkut melalui pelabuhan internasional di Maloy. Dan di ssns ada pabrik pengolahan sawit juga, sehingga apa yang kita ekspor bukan hanya CPO, tetapi juga margarin, minyak goreng dan lainnya," jelas Awang.
Sehingga, lanjut dia, Kaltim akan melakukan pembatasan ekspor bahan mentah untuk batu bara dan sawit. Lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, untuk kemudian produk-produk turunan dari komoditi ekspor tersebut akan dikirim keluar negeri.
Untuk itu juga, Pemprov Kaltim berusaha memenuhi kekurangan pasokan listrik yang selama ini menjadi salah satu penghambat pelaksanaan program-program pembangunan di Kaltim. Saat ini, sebut dia, ada sejumlah pembangkit listrik tenaga uap dan gas yang sedang dalam tahap pembangunan, belum lagi ditambah dengan pembangunan pembangkit listrik mine mouth (mulut tambang) ataupun tenaga air di beberapa kabupaten.
"Kita ingin batu bara yang selama ini kita produksi juga bisa kita manfaatkan untuk daerah kita sendiri dan untuk kepentingan masyarakat, khususnya untuk pembangkit listrik. Jadi batu bara tidak hanya untuk bahan bakar guna memenuhi pasokan listrik di Jawa saja," ucapnya.
Pada forum ini, Awang Faroek kembali menegaskan penolakan terhadap rencana pembangunan pipa gas Kalimantan Jawa (Kalija). Menurut dia, pasokan gas untuk wilayah Jawa sudah cukup dengan menggunakan kapal saja dan proyek pembangunan pipa gas Kalija dibatalkan.
"Meskipun itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia juga, tetapi saya tetap menolak. Kita tidak ingin Bontang menjadi kota mati seperti Lhokseumawe. Setelah gasnya habis, pembangunan menjadi terhenti," tegas Awang dengan nada lantang.
Pembicara lain pada forum bisnis yang digagas oleh Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten se-Indonesia) ini diantaranya Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya dan Sekjen Dewan Energi Nasional Eri Wahyu Nugroho.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM