ISPO Menuju Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan
SAMARINDA. Industri perkebunan kelapa sawit di
Kaltim sudah saatnya menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Program
ini merupakan upaya untuk mewujudkan standar pelestarian lingkungan pada
industri kepala sawit.
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Etnawati mengatakan penerapan ISPO bagi usaha
perkebunan merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan perkebunan
berkelanjutan yang mensinergikan aspek ekonomi, sosial budaya dan ekologi.
Namun demikian Etnawati menegaskan bahwa keberhasilan pelaksanaannya tentu saja
memerlukan dukungan dari semua komponen dan stakeholder (pemangku kepentingan)
yang terkait dengan pembangunan usaha perkebunan.
"Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan.
Komoditas ini selain mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi, juga mampu
meningkatkan fungsi sosial dan ekologi," ujar Etnawati.
Penerapan ISPO adalah implementasi dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
Nomor 19 tahun 2011 tentang Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Penerapan
ISPO sekaligus menjadi upaya agar dapat meningkatkan posisi tawar CPO (crude
palm oil/minyak mentah sawit) Indonesia di pasar internasional.
Dijelaskannya, Indonesia saat ini adalah negara utama penghasil komoditi kelapa
sawit. Namun, keberhasilan menjadi produsen utama itu bukan tanpa hambatan.
Berbagai isu negatif dilontarkan negara-negara penghasil minyak nabati non
sawit.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dituduh telah merusak
lingkungan, penggunaan sumber daya hutan yang berlebihan, pembukaan lahan
dengan cara pembakaran dan penggunaan lahan gambut yang menyebabkan
meningkatnya emisi karbon di udara.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait
untuk menjelaskan dan meluruskan isu-isu negatif serta melakukan upaya
perbaikan yang diperlukan antara lain melalui penerapan ISPO.
"Bagi perusahaan besar perkebunan, diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
Permentan mengenai Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Peraturan tersebut bersifat mandatory atau wajib diterapkan perusahaan
perkebunan kelapa sawit," harap Etnawati.
Ditambahkannya, untuk penerapan Permentan ini maka Disbun Kaltim telah
melaksanakan sosialisasi Permentan 19/2011 tentang ISPO di Balikpapan pekan
lalu diikuti dinas yang membidangi perkebunan kabupaten/kota dan perusahaan
besar perkebunan di Kaltim.
Salah satu kriteria untuk memperoleh sertifikat ISPO, kata Etnawati, perusahaan kelapa sawit harus masuk dalam kelompokl kelas I, II dan III. Selain itu sertifikat ISPO wajib dimiliki oleh pihak perusahaan paling lambat tanggal 31 Desember 2014 untuk melaksanakan usahanya secara berkelanjutan. (rey)
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN