Jakarta -
Tarif bea keluar produk CPO yang terus naik hingga 20% di Januari 2011
ini menimbulkan imbas negatif bagi industri sawit Indonesia. Kasus
penyelundupan kelapa sawit terus meningkat.
Hal ini disampaikan
oleh Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Asmar Arsjad dalam
diskusi sawit di Hotel Le Meredien, Jakarta, Kamis (27/1/2011).
"Orang
kan tidak mau melalui pelabuhan resmi karena adanya bea keluar yang
tinggi. Akibatnya mereka ekspor melalui pelabuhan tuk-tuk
(ilegal) yang ada di beberapa daerah, misal Tanjung Balai," ungkap
Asmar.
Ditambahkan pula jika melalui pelabuhan tuk-tuk,
maka kelapa sawit lebih mudah dibawa keluar ke negara tetangga. Negara
yang dimaksud oleh Arsjad adalah Malaysia.
Sebagai gambaran, ia
mencontohkan data dari pemerintah, Indonesia mengekspor kelapa sawit
sebesar 8 juta ton. Ketika dikonfirmasi ke pemerintah Malaysia, ternyata
impor kelapa sawit mereka dari Indonesia sebesar 10 juta ton. Terdapat
selisih 2 juta ton yang tidak jelas darimana asalnya.
"Inilah
maraknya kasus ilegal yang sering terjadi. Angka pastinya saya kurang
tahu, tapi datanya dan di lapangan hal seperti itu memang terjadi,"
imbuhnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Arsjad menganjurkan
diadakannya pengawasan yang ketat agar kasus seperti ini tidak banyak
terjadi, karena hal ini juga akan merugikan negara.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, KAMIS, 27 JANUARI 2011