Ekspor Dipajaki, Penyelundupan CPO Makin Marak
27 Januari 2011
Admin Website
Artikel
4433
Jakarta -
Tarif bea keluar produk CPO yang terus naik hingga 20% di Januari 2011
ini menimbulkan imbas negatif bagi industri sawit Indonesia. Kasus
penyelundupan kelapa sawit terus meningkat.
Hal ini disampaikan oleh Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Asmar Arsjad dalam diskusi sawit di Hotel Le Meredien, Jakarta, Kamis (27/1/2011).
"Orang kan tidak mau melalui pelabuhan resmi karena adanya bea keluar yang tinggi. Akibatnya mereka ekspor melalui pelabuhan tuk-tuk (ilegal) yang ada di beberapa daerah, misal Tanjung Balai," ungkap Asmar.
Ditambahkan pula jika melalui pelabuhan tuk-tuk, maka kelapa sawit lebih mudah dibawa keluar ke negara tetangga. Negara yang dimaksud oleh Arsjad adalah Malaysia.
Sebagai gambaran, ia mencontohkan data dari pemerintah, Indonesia mengekspor kelapa sawit sebesar 8 juta ton. Ketika dikonfirmasi ke pemerintah Malaysia, ternyata impor kelapa sawit mereka dari Indonesia sebesar 10 juta ton. Terdapat selisih 2 juta ton yang tidak jelas darimana asalnya.
"Inilah maraknya kasus ilegal yang sering terjadi. Angka pastinya saya kurang tahu, tapi datanya dan di lapangan hal seperti itu memang terjadi," imbuhnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Arsjad menganjurkan diadakannya pengawasan yang ketat agar kasus seperti ini tidak banyak terjadi, karena hal ini juga akan merugikan negara.
Hal ini disampaikan oleh Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Asmar Arsjad dalam diskusi sawit di Hotel Le Meredien, Jakarta, Kamis (27/1/2011).
"Orang kan tidak mau melalui pelabuhan resmi karena adanya bea keluar yang tinggi. Akibatnya mereka ekspor melalui pelabuhan tuk-tuk (ilegal) yang ada di beberapa daerah, misal Tanjung Balai," ungkap Asmar.
Ditambahkan pula jika melalui pelabuhan tuk-tuk, maka kelapa sawit lebih mudah dibawa keluar ke negara tetangga. Negara yang dimaksud oleh Arsjad adalah Malaysia.
Sebagai gambaran, ia mencontohkan data dari pemerintah, Indonesia mengekspor kelapa sawit sebesar 8 juta ton. Ketika dikonfirmasi ke pemerintah Malaysia, ternyata impor kelapa sawit mereka dari Indonesia sebesar 10 juta ton. Terdapat selisih 2 juta ton yang tidak jelas darimana asalnya.
"Inilah maraknya kasus ilegal yang sering terjadi. Angka pastinya saya kurang tahu, tapi datanya dan di lapangan hal seperti itu memang terjadi," imbuhnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Arsjad menganjurkan diadakannya pengawasan yang ketat agar kasus seperti ini tidak banyak terjadi, karena hal ini juga akan merugikan negara.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, KAMIS, 27 JANUARI 2011