JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)
menyayangkan penolakan forum APEC terhadap usulan Indonesia agar minyak
sawit mentah (CPO) masuk sebagai satu dari 54 produk ramah lingkungan
(goods environmental).
"Pertemuan APEC memang penting meski tidak memiliki keterikatan
anggota untuk mentaati suatu keputusan, tetapi sayangnya CPO tidak
disetujui APEC sebagai 'goods environment' dengan alasan yang sampai
kini banyak pihak yang belum mengetahuinya," kata Ketua Gapki M Fadhil
Hasan dihubungi di Jakarta, Senin (10/9).
Fadhil mengatakan pemerintah sudah berupaya dengan berbagai
pertimbangan dan argumen kuat mengenai bagaimana CPO dari Indonesia
memiliki skala tertentu untuk menjadi produk ekspor yang ramah
lingkungan.
"Pada awalnya kita berharap banyak bila Indonesia berhasil
meloloskan CPO menjadi produk ramah lingkungan karena pertumbuhan ekspor
tentu akan positif," katanya.
Namun, pihaknya yakin bila permintaan terhadap CPO Indonesia
akan tetap tinggi meski APEC tidak memasukkan minyak sawit sebagai
produk ramah lingkungan. Masih ada peluang pembayaran bea masuk CPO ke
suatu negara akan rendah seiring perjanjian perdagangan bilateral.
Menurut Fadhil, CPO dalam negeri layak dikategorikan sebagai
produk ramah lingkungan karena dalam implementasi "Indonesia Sustainable
Palm Oil" (ISPO) perusahaan kelapa sawit di Indonesia diwajibkan untuk
menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam produksinya.
ISPO merupakan sistem verifikasi untuk meningkatkan daya saing CPO Indonesia di tataran lokal dan internasional.
Menurut Fadhil, isu emisi gas rumah kaca yang membuat CPO
Indonesia diboikot Amerika Serikat masih bisa diperdebatkan dan butuh
penelitian ilmiah lebih lanjut.
"Kalau sejumlah perusahaan Indonesia menerapkan ISPO, CPO bisa dikategorikan sebagai produk hijau ramah lingkungan," katanya.
Gapki menilai pasar ekspor minyak kelapa sawit semakin bersaing
apabila komoditas ini masuk dalam daftar produk ramah lingkungan kaarena
tarif bea masuknya dipatok maksimal lima persen di negara-negara Asia
Pasifik.
"Pertemuan APEC memang mengusung banyak kepentingan dari anggotanya," kata Fadhil.
Fadhil mengatakan, pertemuan APEC tahun 2012 ini lebih banyak
dibayangi oleh masalah ekonomi di berbagai negara di Asia, krisis
ekonomi Eropa, dan pertumbuhan ekonomi Amerika yang lamban.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SELASA, 11 SEPTEMBER 2012