
SAMARIINDA. Gubernur Awang Faroek Ishak mengatakan
tidak ada pilihan bagi Kaltim, selain melakukan transformasi ekonomi.
Menurut Gubernur, suka atau tidak suka pilihan itu harus tetap diambil.
Pasalnya Kaltim sudah cukup ‘tersiksa’ saat terjadi kontraksi harga
dunia pada komoditas-komoditas minyak dan gas bumi, maupun batubara.
“Transformasi ekonomi Kaltim harus
dilakukan. Struktur ekonomi Kaltim dalam tiga dekade terakhir masih
terlalu dominan bergantung pada kekuatan sumber daya alam tak
terbarukan. Sehingga saat terjadi kontraksi pada kekuatan-kekuatan
ekonomi itu, struktur APBD Kaltim pun terpengaruh sangat signifikan,”
kata Awang Faroek saat membuka Sosialisasi Nationally Determined
Contributions (NDC), bertajuk Peran Daerah dalam Pencapaian Target NDC
di Kaltim, di Balikpapan, Selasa (26/9).
Kaltim sangat merasakan dampak buruk
perlambatan ekonomi global yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Karena itu kata Awang, jika kita hanya bergantung pada ekstraksi sumber
daya alam tak terbarukan minyak dan gas bumi, serta batu bara tentu di
masa depan perekonomian Kaltim akan rentan goncangan dan semakin sulit.
Lebih jauh dipaparkan Awang, beberapa
tahun lalu APBD Kaltim mampu menembus nominal Rp15 triliun, tapi saat
sekarang hanya tertinggal hanya sekitar Rp8 triliun. “Kita tidak mungkin
terus bergantung pada kekuatan sumber daya alam yang tidak bisa
diperbarui. kita harus melakukan transformasi ekonomi. Suka tidak suka,
mau tidak mau, harus kita lakukan,” tegas Awang.
Kaltim sangat berkomitmen untuk menjaga
hutan dan kelestarian lingkungan. Berbagai kebijakan dan kesepakatan
stake holder daerah diarahkan untuk dapat mengamankan hutan primer,
hutan lindung, hutan konservasi dan berbagai kawasan strategis nasional
lainnya di Kaltim.
Transformasi ekonomi Kaltim dipilih
dengan pembangunan pertanian dalam arti luas dan memberi poin khusus
pada pengembangan agribisnis, terutama perkebunan kelapa sawit. Pijakan
dasarnya sambung Awang, agar pembangunan harus tetap berjalan untuk
percepatan pemerataan peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun
lingkungan hidup tetap terjaga dengan baik.
Dengan cara ini pula, Kaltim pun telah
menunjukkan komitmennya untuk membantu kampanye pembangunan rendah emisi
karbon dengan membangun struktur kokoh ekonomi hijau berkelanjutan. Hal
ini sangat sejalan dengan pembahasan isu-isu pembangunan rendah emisi
dan isu lingkungan hijau yang dibahas dalam Governors’ Climate Forest
and Task Force (GCF) 2017 yang saat ini sedang berlangsung di
Balikpapan.
“Kaltim akan terus bekerja keras untuk
dapat tetap menjaga kelestarian lingkungan, namun di sisi yang lain akan
tetap membangun demi menyiapkan masa depan Kalimantan Timur yang lebih
baik,” jelas Awang. Tantangan Kaltim ke depan bukan hanya pada
persoalan ketergantungan pada kekuatan sumber daya alam tak terbarukan,
namun juga akan sangat erat kaitannya dengan menurunnya kualitas
lingkungan hidup akibat eksploitasi pertambangan, khususnya batu bara.
Terkait kerusakan lingkungan ini,
Gubernur Awang Faroek memberikan kritik pedas. Menurutnya, kerusakan
terjadi terhadap hutan akibat investor yang tidak konsisten dengan
mining agreement mereka. Banyak tambang yang tidak direklamasi dan
meninggalkan lubang-lubang tambang membahayakan. Kerusakan lingkungan
tidak terhalang, sementara daerah tidak memiliki kekuatan besar untuk
mencegah kerusakan hutan berlangsung akibat kewenangan sesungguhnya
berada di pemerintah pusat.
“Saya tanya, apakah ada areal tambang
yang tidak merusak hutan?” tanya Awang, yang kemudian disambut ratusan
peserta sosialisasi dengan jawaban kompak, “tidak ada”. “Lalu kita
menyalahkan perusahaan. Padahal yang salah kita sendiri. Pemerintah
pusat dan daerah. Mengapa tidak selektif memberikan pinjam pakai lahan,”
kunci Gubernur.
Dia berharap, pusat memberi kepercayaan
kepada bupati dan walikota, terutama gubernur untuk bisa mengatur tata
ruang wilayahnya sehingga tidak ada CnC sepihak. Yaitu, Clean and Clear
hanya diatas kertas dari Kementerian ESDM. Sebab pada akhirnya daerah
‘dipaksa’ untuk menerima dan harus mengamankan kebijakan pusat. Sejauh
ini memang ada jaminan reklamasi, tapi sampai hari ini pun belum bisa
dilaksanakan dengan baik. Seharusnya setiap pelanggar dikenakan penalti
agar segera melakukan reklamasi dan revegetasi.
Awang juga menyoal pendekatan pusat yang
dilakukan tidak melewati gubernur. “Tiba-tiba sudah banyak yang keluar
perijinan tambang yang disebut CnC, sementara kami diminta untuk
mengamankan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Tentu ini tidak adil
bagi kami. Itulah kritikan saya,” tutup Awang. Sosialisasi NDC juga
dihadiri Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Nur Masripatin
dan ratusan undangan lainnya dari berbagai stake holder di Kaltim dan
nasional, termasuk NGO dan penggiat lingkungan. (sul/ri/humasprov)
SUMBER : SEKRETARIAT