Sawit, Dulunya Tanaman Hias...
JAKARTA, KOMPAS. Tidak terasa, usia komersial kelapa sawit akan mencapai 100 tahun pada 2011 mendatang. Siapa yang sangka, salah satu tanaman penghasil devisa terbesar untuk negara ini dulunya masuk dan dikenal sebagai tanaman hias. Bukan tanaman perkebunan seperti yang selama ini dibudidayakan untuk menghasilkan minyak sawit.
"Tanaman sawit masuk dari Afrika ke Indonesia pada tahun 1848 sebagai tanaman hias," ungkap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joefly Bahroeny di Hotel Borobudur, Jumat (22/10/2010).
Butuh perjalanan panjang bagi sawit untuk menjadi tanaman komersial pada tahun 1911. Kawasan Pulau Raja di Sumatera Utara dan Sei Liput di Aceh dikenal sebagai tempat pertama industri komersial kelapa sawit pertama. Pulau Raja kini menjadi bagian dari PTPN IV.
Hingga saat ini, tercatat sekitar 8 juta hektar luas area perkebunan sawit di Indonesia dengan perkiraan produksi terakhir sekitar 22 juta ton minyak sawit hingga akhir 2010. Tahun lalu, lebih dari 15 juta ton minyak sawit dari Indonesia diekspor ke luar negeri.
Permintaan tinggi karena minyak sawit merupakan bahan dasar pembuatan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti minyak goreng, asam lemak, fatty aklohol, biodiesel, subtitusi cocoa butter, soapstock, sabun, dan mentega.
Sumatera Utara menjadi pionir perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Bahkan, 55 persen PDRB perkebunan provinsi ini bertumpu pada kelapa sawit dan 40 persen ekspor Sumut berbasis pada kelapa sawit. Namun demikian, produksi Indonesia masih kalah dibandingkan produksi minyak sawit milik Malaysia.
Joefly menyebut penyebabnya adalah faktor produktivitas kebun rakyat. "Ke depannya harus digenjot," ungkapnya.
Merusak Lingkungan?
Industri kelapa sawit kerap
dikatakan sebagai industri yang tidak ramah lingkungan, baik dari segi
pola penanaman maupun proses pengolahannya menjadi minyak sawit.
Industri ini disebut-sebut sebagai penyebab rusaknya tanah dan perubahan
iklim.
Joefly menampik tuduhan tersebut. Menurutnya, industri kelapa sawit tidak merusak lingkungan. Berbagai aturan dan panduan pemerintah mengenai industri perkebunan pun tetap ditaati. Namun, ungkapnya, memang tantangan berupa 'tuduhan' bagi industri kelapa sawit tidak pernah usai dari dulu.
"Tantangan memang tidak akan habis. Dari awal, tantangan katanya sawit kolesterolnya tinggi. Terus katanya soal bakar hutan. Lalu timbul isu-isu lingkungan. Jadi permasalahan-permasalahan ini selamanya. Bagaimanapun kita harus berjuang, karena akan terus berlanjut. Mengenai lingkungan, kita juga konsern kok," ungkapnya.
Ketua GAPKI Sumut Balaman Tarigan bahkan menantang pihak akademisi untuk membuktikan keramahan lingkungan industri kelapa sawit secara ilmiah. Menurutnya, kehadiran perkebunan justru baik untuk reboisasi lahan.
"Kenyataannya, kelapa sawit tidak merusak lingkungan. Hijau, dan menghasilkan oksigen. Bisa dibuktikan. Orang ilmiah juga harus membuktikan kelapa sawit katanya menghasilkan gas-gas kimia," tambahnya.
DIKUTIP DARI KOMPAS, JUMAT, 22 OKTOBER 2010