Peningkatan GUP Hambat Pembangunan Perkebunan Kaltim
03 Juli 2013
Admin Website
Berita Kedinasan
3808
SAMARINDA. Perkebunan memegang peranan yang sangat penting dalam
pembangunan nasional baik aspek ekonomi, sosial maupun ekologis. Namun
usaha perkebunan juga menghadapi hambatan, diantaranya masalah gangguan
usaha perkebunan (GUP) yang selalu meningkat.
Misalnya, kasus gangguan usaha perkebunan yang terjadi di berbagai daerah di Kaltim dari 75 kasus GUP pada 2011 meningkat menjadi 94 kasus pada 2012. Bahkan hingga April tahun ini masih belum terselesaikan.
Menurut Sekretaris Disbun Kaltim Yus Alwi Rahman, diindikasikan pemicu konflik atau gangguan usaha perkebunan antara lain tuntutan masyarakat untuk pengembalian lahan (lahan adat) maupun adanya lahan masyarakat yang digarap perusahaan tanpa prosedur benar.
"Ganti rugi yang tidak wajar oleh perusahaan atas lahan milik rakyat dan adanya proses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) yang baru. Termasuk kurang tertibnya administrasi pertanahan di daerah merupakan penyebab GUP," ujar Yus Alwi Rahman.
Padahal lanjutnya, kasus/konflik atau gangguan usaha perkebunan yang berkepanjangan dapat menghambat pengembangan pembangunan perkebunan di Kaltim. Bahkan, menyurutkan niat investor untuk menanamkan modalnya karena tidak ada kepastian hukum atas suatu lahan.
Selain itu, nilai/harga tanah selalu meningkat dengan cepat yang disebabkan tingginya permintaan untuk memenuhi kebutuhan pemukiman karena pertumbuhan penduduk maupun keperluan pembangunan lainnya.
Karenanya, guna mengantisipasi permasalahan GUP tersebut, Disbun melakukan pertemuan sekaligus koordinasi terhadap penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan serta pencegahan kebakaran dan penanganan dampak iklim dengan berbagai pihak terkait di daerah.
"Diharapkan agar jajaran dinas yang membidangi perkebunan di kabupaten/kota serius menangani dan menyelesaikan permasalahan, termasuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kebakaran lahan dan kebun," harap Yus Alwi.
Ditambahkan, Disbun berupaya meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna bagi pelaku usaha perkebunan terhadap cara pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dan mendeteksi hotspot (titik api) menggunakan citra satelit.(yans/hmsprov)
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN
Misalnya, kasus gangguan usaha perkebunan yang terjadi di berbagai daerah di Kaltim dari 75 kasus GUP pada 2011 meningkat menjadi 94 kasus pada 2012. Bahkan hingga April tahun ini masih belum terselesaikan.
Menurut Sekretaris Disbun Kaltim Yus Alwi Rahman, diindikasikan pemicu konflik atau gangguan usaha perkebunan antara lain tuntutan masyarakat untuk pengembalian lahan (lahan adat) maupun adanya lahan masyarakat yang digarap perusahaan tanpa prosedur benar.
"Ganti rugi yang tidak wajar oleh perusahaan atas lahan milik rakyat dan adanya proses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) yang baru. Termasuk kurang tertibnya administrasi pertanahan di daerah merupakan penyebab GUP," ujar Yus Alwi Rahman.
Padahal lanjutnya, kasus/konflik atau gangguan usaha perkebunan yang berkepanjangan dapat menghambat pengembangan pembangunan perkebunan di Kaltim. Bahkan, menyurutkan niat investor untuk menanamkan modalnya karena tidak ada kepastian hukum atas suatu lahan.
Selain itu, nilai/harga tanah selalu meningkat dengan cepat yang disebabkan tingginya permintaan untuk memenuhi kebutuhan pemukiman karena pertumbuhan penduduk maupun keperluan pembangunan lainnya.
Karenanya, guna mengantisipasi permasalahan GUP tersebut, Disbun melakukan pertemuan sekaligus koordinasi terhadap penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan serta pencegahan kebakaran dan penanganan dampak iklim dengan berbagai pihak terkait di daerah.
"Diharapkan agar jajaran dinas yang membidangi perkebunan di kabupaten/kota serius menangani dan menyelesaikan permasalahan, termasuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kebakaran lahan dan kebun," harap Yus Alwi.
Ditambahkan, Disbun berupaya meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna bagi pelaku usaha perkebunan terhadap cara pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dan mendeteksi hotspot (titik api) menggunakan citra satelit.(yans/hmsprov)
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN