
SAMARINDA. Perkebunan memegang peranan yang sangat penting dalam
pembangunan nasional baik aspek ekonomi, sosial maupun ekologis. Namun
usaha perkebunan juga menghadapi hambatan, diantaranya masalah gangguan
usaha perkebunan (GUP) yang selalu meningkat.
Misalnya, kasus gangguan usaha perkebunan yang terjadi di berbagai
daerah di Kaltim dari 75 kasus GUP pada 2011 meningkat menjadi 94 kasus
pada 2012. Bahkan hingga April tahun ini masih belum terselesaikan.
Menurut Sekretaris Disbun Kaltim Yus Alwi Rahman, diindikasikan pemicu
konflik atau gangguan usaha perkebunan antara lain tuntutan masyarakat
untuk pengembalian lahan (lahan adat) maupun adanya lahan masyarakat
yang digarap perusahaan tanpa prosedur benar.
"Ganti rugi yang tidak wajar oleh perusahaan atas lahan milik rakyat
dan adanya proses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) yang baru. Termasuk
kurang tertibnya administrasi pertanahan di daerah merupakan penyebab
GUP," ujar Yus Alwi Rahman.
Padahal lanjutnya, kasus/konflik atau gangguan usaha perkebunan yang
berkepanjangan dapat menghambat pengembangan pembangunan perkebunan di
Kaltim. Bahkan, menyurutkan niat investor untuk menanamkan modalnya
karena tidak ada kepastian hukum atas suatu lahan.
Selain itu, nilai/harga tanah selalu meningkat dengan cepat yang
disebabkan tingginya permintaan untuk memenuhi kebutuhan pemukiman
karena pertumbuhan penduduk maupun keperluan pembangunan lainnya.
Karenanya, guna mengantisipasi permasalahan GUP tersebut, Disbun
melakukan pertemuan sekaligus koordinasi terhadap penanganan gangguan
usaha dan konflik perkebunan serta pencegahan kebakaran dan penanganan
dampak iklim dengan berbagai pihak terkait di daerah.
"Diharapkan agar jajaran dinas yang membidangi perkebunan di
kabupaten/kota serius menangani dan menyelesaikan permasalahan, termasuk
meningkatkan kewaspadaan terhadap kebakaran lahan dan kebun," harap Yus
Alwi.
Ditambahkan, Disbun berupaya meningkatkan inovasi dan diseminasi
teknologi tepat guna bagi pelaku usaha perkebunan terhadap cara
pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dan mendeteksi hotspot (titik api)
menggunakan citra satelit.(yans/hmsprov)
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN