Pemerintah Permudah Perizinan Perkebunan
BANDUNG. Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim terbitnya Permentan No. 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dimaksudkan untuk menghindarkan kebingungan dan praktik pingpong dalam pengurusan perizinan usaha perkebunan.
"Permentan menjadi pedoman
perizinan usaha perkebunan dan menghindarkan terjadinya perasaan dipingpong
saat pengurusan izin usaha itu, semuanya lebih jelas," kata Setditjen
Perkebunan Kementan Mukti Sarjono dalam sosialisasi Permentan No. 98 Tahun 2013
di Bandung, Kamis (7/11).
Sosialisasi
itu diikuti oleh seluruh pejabat Dinas Perkebunan dan asosiasi perkebunan
Indonesia serta sejumlah pelaku usaha perkebunan dari Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan kawasan Indonesia Timur. Mukti menyebutkan, perizinan usaha
perkebunan masih terus disempurnakan dan sehingga pelayanan kepada masyarakat
lebih maksimal. "Intinya ada ruang kewenangan perizinan yang jelas, mana
yang ditangani provinsi, serta oleh kementerian mana saja. Sehingga semuanya
sudah jelas dan tidak tumpang tindih kewenangan," katanya.
Ia mengatakan perizinan usaha
perkebunan yang berlokasi di dalam kabupaten izinnya di kabupaten yang
bersangkutan, sedangkan yang lintas kabupaten maka perizinannya melibatkan
provinsi. Selain itu menegaskan terkait dengan izin pelepasan pengelolaan dari
kehutanan menjadi areal perkebunan dimana selama ini masih ada saling menunggu
pelepasan lahan. "Untuk pelepasan lahan, Kementerian Kehutanan menunggu ada
surat izin usaha perkebunan, sebaliknya pihak perkebunan untuk mengeluarkan
izin harus ada pelepasan lahan kehutanan. Akhirnya dijembatani dengan
rekomendasi sebagai jalan keluar," katanya.
Dia menyebutkan, hal itu ke
depan tidak boleh lagi terjadi dan mekanismenya sudah diatur dalam Permentan
itu. Selain itu juga diatur tentang usaha industri pengolahan hasil perkebunan,
untuk mendapatkan IUP-P harus memenuhi penyedia bahan baku paling
rendah 20% berasal dari kebun sendiri dan kekurangnya wajib dipenuhi dari kebun
masyarakat atau perusahaan perkebunan lain melalui kemitraan pengolahan
berkelanjutan.
Sedangkan
pelaksanaan fasilitas pembangunan kebun masyarakat oleh perusahaan penerima
IUP-B atau IUP didampingi dan diawasi oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai
kewenangannya meliputi perencanaan, pemenuhan kewajiban dan keberlanjutan
usaha.
Dalam sosialisasi itu, juga diungkapkan beberapa
permasalahan tentang perkebunan kelapa sawit baik perizinan maupun
pengolahannya. Beberapa peserta dan pelaku usaha perkebunan juga menyayangkan
terkait pemilihan komoditas perkebunan yang kerap latah sehingga mengorbankan
komoditas yang sudah ada. "Ya, terkadang pemilihan komoditas perkebunan latah
dan terkadang mengorbankan komoditas eksisting. Perlu ada penegasan dari
pemerintah untuk melindungi komoditas dari praktik latah itu, jangan sampai
komoditi yang sudah ada ditebang atau menjadi tidak produktif," kata salah satu
pelaku usaha.
DIKUTIP DARI INVESTOR DAILY, JUMAT, 8 NOVEMBER 2013