PE CPO Progresif Bikin Harga CPO RI Tak Berdaya Saing
Jakarta - Produsen sawit dalam negeri menganggap
pengenaan bea keluar (BK) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO)
yang tinggi sebagai akibat dari lonjakan harga sawit dunia membuat
produk sawit Indonesia tak berdaya saing.
Untuk
itu para produsen mendesak pemerintah untuk meninjau ulang pemberlakuan
Pajak Ekspor (PE) CPO secara progresif. Bulan Desember 2010 ini saja
pajak ekspor CPO sudah dikenakan 15%.
"Mengurangi daya saing
kita, sehingga pangsa pasar kita akan diambil negara pesaing kita,"
kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia
(Gapki) Fadhil Hasan kepada detikFinance Rabu (1/12/2010).
Dikatakannya
jika ini terus berlanjut dikhawatirkan bisa mempengaruhi rencana
investasi asing maupun ekspansi perkebunan sawit oleh para investor di
sektor industri CPO dalam negeri.
Ia juga mengatakan selama ini
pemanfaatan PE CPO seluruhnya masuk ke kas negara tanpa ada kontribusi
kembali untuk mendukung program pengembangan industri kelapa sawit di
dalam negeri.
"Dengan pajak progresif ini sudah keluar dari
tujuan pemberlakuan BK ini bukan lagi menstabilkan harga minyak goreng,
tapi lebih pada penerimaan negara," katanya.
Ia mendesak
pemerintah untuk segera meninjau ulang pemberlakuan PE CPO dengan skema
progresif yang selama ini dinilai tidak efektif dan dinilai tak adil.
"Bukan produsen yang teriak-teriak, tapi bagaimana dengan petani," kilahnya.
Beberapa
waktu lalu Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menetapkan harga
referensi crude palm oil (CPO) untuk bulan Desember 2010 sebesar US$
1.081,51 per ton. Dengan demikian penetapan bea keluar CPO pada bulan
Desember 2010 sebesar 15% naik dari sebelumnya 10%.
Sebelumnya bea keluar CPO periode November 2010 sebesar 10%. Angka tersebut naik 2,5% dibandingkan September 2010 yang ditetapkan 7,5%.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, RABU, 1 DESEMBER 2010