Menteri Koperasi Syarif Hasan menyebut gold opportunity untuk Kaltim.
Kata dia, masyarakat Kaltim seharusnya bisa lebih optimis sebab Kaltim
adalah provinsi yang menyimpan peluang besar untuk maju.
Tidak saja bicara potensi sumber daya alam tidak terbarukan yang tidak
terbantahkan telah menjadi penyumbang devisa terbesar bagi negara,
potensi lain yang tidak kalah besarnya masih terhampar di bumi etam
Kalimantan Timur.
Potensi itu ada pada pengembangan pertanian dalam arti
luas.
Gubernur Awang Faroek, pasti sangat sependapat dengan Menkop Syarif
Hasan. Sejak awal, Gubernur Awang Faroek telah menyadari, lokomotif
ekonomi Kaltim ke depan, memang harus dipersiapkan dari potensi sumber
daya alam terbarukan yakni pengembangan sektor agribisnis dan pertanian
dalam arti luas.
Program sejuta hektare kelapa sawit, misalnya akan dirangkai dengan
pengembangan industri agribisnis untuk menghasilkan produk-produk
turunan sawit, margarine dan kosmetik. Pengembangan industri ini
rencananya akan dipusatkan di Kawasan Industri dan Pelabuhan
Intenasional (KIPI) Maloy di Kutai Timur.
Potensi lain yang bisa dilihat dari semangat Gubernur Awang Faroek
adalah mendorong Kaltim menjadi lumbung pangan nasional dengan penyiapan
lahan minimal 200.000 hektare.
Semangat Gubernur Awang Faroek
memotivasi bupati/walikota agar menyiapkan lahan pertanian baru untuk
pengembangan lahan sawah merupakan langkah cepat atas urungnya niat
Kementerian Pertanian mengarahkan dana pembangunan pertanian ke Papua.
Awalnya Papua akan menjadi kawasan alternatif lumbung pangan nasional,
namun akhirnya dibatalkan.
Informasi terakhir menyebutkan luas lahan
yang telah disiapkan bahkan sudah melebihi 200.000 hektare.
Bulungan siap dengan 50.000 hektare , Kutai Barat 70.000 hektare, Kutai
Timur 30.000 hektare, Kutai Kartanegara 40.000 hektare dan selebihnya
bisa dikembangkan di Paser, Panajam Paser Utara, Malinau dan Nunukan.
Potensi lainnya adalah perkebunan kakao, lada atau kedelai.
Komoditas
potensial lain yang sesungguhnya menyimpan potensi besar pengembangan
adalah perkebunan karet. Luas lahan karet di Kaltim dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan. Ini menandakan minat masyarakat untuk
berkebun karet terus meningkat.
Bila pada 2009 luas lahan karet di seluruh wilayah kabupaten/kota di
Kaltim hanya sekitar 68.634 hektare, pada 2010 luasnya meningkat hingga
70.967 hektare. Dari jumlah tersebut tanaman yang sudah menghasilkan
adalah 33.914 hektare. Sedangkan tanaman berusia muda atau belum
menghasilkan seluas 29.143 hektare.
Tahun ini Pemprov Kaltim juga melemparkan program Perkebunan Inti Rakyat
(PIR) Swadaya untuk pengembangan komoditas karet 500 hektare. Program
tersebut meliputi pembiayaan land clearing, bantuan pupuk dan herbisida.
Hal yang sama akan dilanjutkan pada 2012.
Dengan peningkatan tersebut,
beberapa tahun ke depan, karet benar-benar menjelma menjadi salah satu
komoditas unggulan Kaltim.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Kaltim, produksi karet yang dihasilkan
dari kelompok tanaman produktif pada 2010 berjumlah 43.468 ton. Kutai
Barat menjadi kabupaten tertinggi penghasil karet dengan total produksi
31.604 ton dengan lahan menghasilkan seluas 22.181 hektare.
Hampir
seluruh kecamatan di kabupaten ini menjadi penghasil karet.
Apalagi Gubernur Awang Faroek menegaskan akan segera menerbitkan
Peraturan Gubernur (Pergub) untuk melarang komoditas unggulan keluar
Kaltim tanpa nilai tambah. Karet adalah salah satunya, selain sawit,
lada atau rotan.
Saat melakukan kunjungan kerja ke Kutai Barat belum lama ini, Gubernur
Awang Faroek melihat langsung tingginya pengaruh industri terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Karet petani bisa dibeli dengan
harga lebih tinggi karena jarak pabrik pengolah tidak jauh dari lokasi
lahan petani. Selain itu, berdirinya industri secara langsung juga
akan memberikan pengaruh bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar
perusahaan.
"Perusahaan pertanian dan perkebunan perlu membuat industri pengolahan
hasil pertanian. Ini penting agar masyarakat Kaltim bisa menikmati
hasil ekonomi yang lain dari peningkatan value added (nilai tambah)
hasil pertanian tersebut," kata Faroek.
Ketertarikan investor untuk membangun industri pengolahan karet juga
disebutkan Gubernur Awang Faroek. Selain satu perusahaan di Kutai Barat,
satu investor rencananya akan membangun pabrik pengolahan karet di
Kawasan Industri Kariangau di Balikpapan.
Bukan hanya pabrik pengolah
karet, tidak jauh dari lokasi tersebut salah satu perusahaan pembuat ban
terkemuka rencananya juga akan membangun pabrik mereka.
Tidak heran, jika Pergub sudah diterbitkan dan semua hasil panen karet
bisa diolah di Kaltim dengan industri pengolahan yang sudah terbangun,
Kaltim akan menjadi provinsi yang akan dikenal sebagai penghasil atau
produsen ban di Indonesia.
Langkah ini nampaknya harus segera diwujudkan, sebab hasil pertanian
karet Kaltim saat ini lebih banyak justru dikirim ke luar daerah tanpa
nilai tambah. Sangat disayangkan, sebab nilai tambah produk ini sangat
besar, sayang bila tidak dimanfaatkan.
Dari laporan Dinas Perindustrian Perdangangan Koperasi dan UMKM tentang
perdagangan luar negeri Kaltim 2010, tidak nampak transaksi dari hasil
karet tersebut. Padahal potensi pertanian lainnya, misalnya sawit, lada
dan kakao sudah menunjukkan angka-angka ekspor.
Rasanya tidak berlebihan, bila Gubernur Awang Faroek merasa sangat
optimis Kaltim ke depan akan lebih maju dengan kekuatan ekonomi baru
dari pengolahan industri sumber daya alam terbarukan salah satunya dari
hasil pengolahan karet. Dengan produksi 43.468 ton setiap tahun dan luas
70.967 hektare saja, tenaga kerja yang terserap dari perkebunan karet
ini berjumlah 47.292 orang.
Akan lebih menjanjikan lagi bila luas lahan perkebunan karet bisa terus
ditingkatkan.
Tidak harus satu juta hektare, seperempat juta hektare
saja, tenaga kerja terserap bisa saja mencapai 200 ribu orang.
Belum lagi tenaga kerja yang mengisi sektor industri pengolahan karet
dan kaitan-kaitan lainnya. Pengembangan perkebunan dan industri
pengolahan karet secara langsung akan mempengaruhi tingkat pengangguran
dan kemiskinan.
Tidak berlebihan, jika kelak gubernur benar-benar menerbitkan Pergub
yang melarang komoditas unggulan Kaltim dikirim ke luar daerah sebelum
diolah di industri di Kaltim. Mungkin Kaltim akan dikenal dengan pabrik
bannya. Kita tunggu kejutan Gubernur Awang Faroek untuk urusan karet
ini.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM