Menambah Populasi Sapi Hingga Dua Juta Ekor di Lahan Sawit
Hamparan luas perkebunan kelapa sawit sepanjang mata memandang, saat memasuki Desa Suatang Bulu, Kecamatan Paser Belengkong, Kabupaten Paser. Sebagian besar warga desa ini sudah bertahun-tahun menjadikan perkebunan sawit sebagai pendapatan utama, baik yang mengolah kebun milik perusahaan maupun milik sendiri melalui kelompok tani.
Pak Amat, salah seorang warga Desa Suatang Bulu sudah sejak lama menggeluti usaha sebagai petani plasma dengan luasan lahan mencapai lima hektare sawit dan merupakan pendapatan utama bagi keluarga tersebut.
Bukan hanya Amat dan keluarga yang merasakan manisnya berkebun sawit, tetapi sebagian besar warga di desa tersebut juga ikut menikmati hasil sawit yang kini menjadi salah satu komoditi andalan Kaltim untuk terus dikembangkan.
Manisnya hasil sawit, membuat Pemprov Kaltim di bawah kepemimpinan Gubernur Dr H Awang Faroek Ishak dan Wakil Gubernur Farid Wadjdy bertekad untuk mendorong masyarakat dan mengundang investor untuk memperluas lahan sawit dengan target hingga sejuta ha sawit pada 2013.
Melalui program sejuta ha sawit itu diharapkan mampu mengubah ketergantungan ekonomi Kaltim terhadap pengloahan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan menjadikan daerah ini sebagai kawasan pengembangan sawit, guna mendukung program prioritas, yakni pengembagan pertanian dalam arti luas.
Seiring dengan berkembangnya perkebunan sawit yang hingga kini telah mencapai 663.563 ha dan itu artinya untuk mencapai sejuta ha sawit tinggal sedikit lagi dan optimistis pada 2013 akan terpenuhi.
Hingga kini sebagian besar pekebun sawit masih tergiur dengann hasil sawit saja, padahal hamparan lahan di bawah pohon sawit yang begitu luas dengan potensi rumput dan hijauan ternak dapat dimanfaatkan untuk memelihara hewan ternak, salah satunya adalah jenis sapi.
Itulah yang dilakukan pak amat dengan anggota kelompok tani di Desa Suatang Bulu, sejak beberapa tahun terakhir mengintegrasikan peternakan sapi di bawah pohon sawit dan terbukti mampu menjadi tambahan pendapatan bagi petani sekaligus mempercepat penmabahan populasi sapi di daerah ini.
Sebenarnya, awal dari keinginan untuk memelihara sawit oleh Pak Amat sangat sederhana, yakni agar lebih mudah mengawasi sapi-sapi di kebun sawit sehingga lebih mudah memelihara sambil memanen buah sawit.
Tanpa disadari, ternyata aktivitas tersebut telah memberikan keuntungan cukup besar. Karena pak Amat tidak perlu lagi bersusah payah mencari makanan hewan ternaknya, sebab di kawasan tersebut telah tersedia pakan ternak berupa pelepah pohon sawit dan rumput liar lain.
Awalnya bapak empat anak ini hanya memiliki tiga ekor sapi (dua betina dan satu jantan) bantuan Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Dinas Peternakan Kaltim untuk program penyebaran sapi bibit dan produksi.
Setelah dipelihara sekian tahun sapi itu terus berkembangbiak bahkan saat ini jumlahnya sudah mencapai 25 ekor yang dibagi dalam setiap hekatre dilepas lima ekor sapi. Dampak lain dari ternak sapi itu, mampu menghasilkan kotoran yang memiliki manfaat untuk pupuk bagi tanaman sawit dan sebagian lagi diolah jadi biogas.
Diperhitungkan satu ekor sapi dewasa rata-rata per hari membuang kotoran sekitar 25 kilogram dan menjadikan kotoran hewan (kohe) sapi itu untuk biogas energi untuk kompor gas yang tentunya dapat mengurangi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan gas elpiji.
"Untuk mengolah biogas cukup memelihara tiga hingga lima ekor sapi, apalagi sapi yang dipelihara pak amat 25 ekor tentunya biogas ini dapat digunakan untuk keperluan kompor gas cukup lama," kata Kepala Dinas Peternakan Kaltim, Ibrahim.
Ini merupakan langkah yang baik dilihat dari sisi perekonomian masyarakat, yakni adanya pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas menjadikan petani lebih berhemat sebab masyarakat tidak perlu lagi membeli minyak tanah atau elpiji.
Bahkan, untuk menyuburkan tanaman sawit tidak perlu membeli pupuk organik yang terlalu banyak atau hanya sekedarnya mencukupi sewaktu-waktu pupuk kandang lagi kosong.
Saat ini di Kabupaten Paser diperkirakan terdapat sekitar 10.120 ekor sapi, tetapi khusus yang terintegrasi dengan kebun sawit sekitar 500 ekor. Jenis sapi yang dipelihara yakni Brahman cross, Bali, dan Simetal.
Keberhasilan integrasi ternak sapi dengan perkebunan sawit itu, mengilhami sejumlah pekebun sawit lain untuk mengikuti jejak Pak Amat, sebagiaman yang dilakukan Terdapat pula, Bani dari Kelompok tani Mekar Makmur Desa Sekurau Jaya Kecamatan Long Ikis dan Surono anggota Kelompok Beringin Jaya Desa Suatang Bulu Kecamatan Pasir Balengkong Kabupaten Paser.
Daerah lainnya yang ikut mengembangkan ternak integrasi ini, di antaranya Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat Kelompok Gunung Jamuan di Desa Embalut Kecamatan Tenggarong Seberang dengan jumlah ternak mencapai 230 ekor sapi.
Kelompok Karya Makmur Desa Jonggon eks penambangan batu bara dengan luas padang penggembalaan 20 hektare. kegiatan ini merupakan integrasi sapi dengan eks tambang batu bara yang sudah dilakukan reklamasi.
Pengembangan program integrasi sapi dan sawit maupun hewan ternak lainnya merupakan kegiatan yang mengarah pada revitalisasi pertanian dalam arti luas, terutama dalam usaha meningkatkan perekonomian masyarakat petani ternak di pedesaan.
Dengan pola tersebut, keuntungan yang didapat masyarakat berlipat ganda. Untuk itu petani atau peternak tidak perlu lagi mencari rumput untuk pakan sapi sebab telah tersedia rumput hijau di areal perkebunan sawit.
Selain itu, petani juga tidak perlu membersihkan rumput yang bisa saja mengganggu pertumbuhan kelapa sawit. Pasalnya telah ada sapi yang merumputnya dan di sisi lain kotoran sapi juga bisa menjadi pupuk alami untuk menyuburkan sawit.
Saat ini pengembangan ternak sapi di atas lahan kebun sawit di Kaltim mencapai seluas 20 ribu hektare diterapkan dua sistem, yakni intensif (dikandangkan) dan sistem terintegrasi (dilepas di kebun sawit).
"Selain itu, keuntungan dari pola integrasi ini, sapi-sapi tersebut bisa digunakan sebagai tenaga kerja mengangkut buah sawit sehingga pola seperti ini tentu saja sangat menguntungkan petani," kata Ibrahim.
Target Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mewujudkan satu juta hektare perkebunan sawit, ternyata akan berimbas pada pengembangan subsektor pertanian lain. Diantaranya, peternakan. Terutama yang berkaitan dengan pengembangan program integrasi sapi dengan sawit yang terus diupayakan.
Bahkan, hasil penelitian pengembangan program peternakan, khususnya untuk ternak sapi yang telah diintegrasikan dengan sawit. Kaltim dengan program satu juta hektare sawit berpotensi untuk mengembangkan populasi ternak sapi hingga dua juta ekor.
Hasil penelitian tersebut memberikan rekomendasi untuk satu hektare kebun sawit dapat diternak minimal dua ekor sapi. Berarti melalui program Kaltim Bangkit dalam mewujudkan pembangunan perkebunan dan peternakan, yakni satu juta hektare sawit bisa dikembangkan ternak sapi dengan populasi hingga dua juta ekor .
Namun demikian, apabila yang digunakan sebagai alokasi lahan untuk pengembangan integrasi sapi sawit hanya untuk kebun plasma (petani) saja yang berarti tersedia lahan seluas 200 ribu hektare. Karena sesuai dengan aturan yang berlaku, setiap perkebunan sawit yang diusahakan inti (perusahaan), wajib memberikan alokasi lahan khusus untuk plasma sekitar 20 persen dari luasan areal inti.
Dengan perhitungan tersebut, apabila tersedia lahan perkebunan sawit sejuta hektare, maka akan tersedia lahan plasma mencapai 200 ribu hektare. Sedangkan pengembangan integrasi sawit sapi di lahan plasma selama ini rata-rata perhektarenya dipelihara minimal lima ekor sapi.
Artinya jika setiap hektare bisa dipelihara lima ekor sapi maka akan ada sejuta ekor sapi yang siap memenuhi kebutuhan kebutuhan daging, baik lokal maupun untuk memasok daging sapi ke luar daerah.
"Apabila program ini benar-benar terwujud, Kaltim akan memproduksi sapi ternak di kawasan kebun sawit plasma hinga satu juta ekor dan melalui pengembangan program ini akan mampu mencapai swasembada daging sapi, bahkan mampu mencukupi kebutuhan nasional," kata Ibrahim.
Diakuinya upaya kearah itu terus dilakukan dan diharapkan seiring dengan tercapainya luasan sejuta ha sawit juga diringi dengan terpenuhinya populasi sapi hingga sejuta ekor, khusus untuk lahan plasma.
Kendati demikian, Ibrahim mengakui untuk mencapai cita-cita itu dibutuhkan kerja keras dan modal besar, terutama untuk memenuhi kebutuhan bibit sawit, guna mempercepat penambahan populasi sapi di daerah ini.
Selama ini Kaltim belum mandiri dalam persoalan penyediaan pangan yang berasal dari hewani, karena masih harus mengadalkan bahan pangan hewani dari luar, terutama sapi potong hidup, daging sapi bahkan susu.
Saat ini populasi ternak sapi Kaltim baru mencapai 108 ribu ekor. Tetapi, melalui program integrasi sapi sawit di Kaltim akan mampu menutupi kebutuhan daging sapi secara nasional, terutama di wilayah Indonesia Timur.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM