JAKARTA. Pemerintah Malaysia merasa keberatan dengan kebijakan pemerintah
Indonesia yang mengenakan pajak ekspor sawit dan turunannya. Mereka
meminta Indonesia untuk melakukan sinkronisasi terhadap kebijakan
tersebut.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan
masalah ini sempat menjadi pembicaraan awal saat pertemuan kepala kedua
negara. Indonesia bersedia untuk membahas hal tersebut pada pertemuan
lanjutan.
"Bea keluar atau BK, ini menjadi perhatian mereka
sekali karena Malaysia itu sekarang sudah praktis tidak mengekspor CPO
(crude palm oil). Mereka mengekspornya barang setengah jadi dan bahan
jadi, bahan bakunya sebagian cukup besar itu dari Indonesia, jadi kalau
Indonesia melakukan bea keluar sekarang ini di mana bea terhadap bahan
baku atau bahan yang lebih hulu, sekarang pajaknya lebih besar dari pada
yang hilir," kata Bayu di kantornya, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Jumat
(28/10/2011)
Bayu menuturkan selama ini Indonesia melakukan
kebijakan tersebut demi mendorong hilirisasi produk sawit agar memiliki
nilai tambah di dalam negeri. Sehingga dengan posisi Malaysia yang juga
membutuhkan produk mentah sawit Indonesia, maka tentu saja kebijakan
tersebut berdampak pada Negeri jiran tersebut.
"Mereka minta
kita mencoba mensinkronkan membahas hal itu. Pemerintah Indonesia
sebagai tetangga yang baik sebagai sesama ASEAN, kita sangat terbuka
untuk diskusi apapun, tapi pada prinsipnya kita akan membawa kepentingan
negara. Biar jangan kita kemudian kita merugi atau menjadi berkorban,"
katanya
Dikatakannya kerjasama pembahasan bidang sawit sudah
menjadi kesepakatan PM Najib dengan Presiden SBY di Lombok beberapa
waktu lalu. Selanjutnya akan ada pembahasan lebih lanjut mengenai BK ini
antara kedua negara.
"Agendanya soal sawit bukan hanya BK, malah
ada yang menarik soal riset, kita terbukalah untuk kerjasama itu, sudah
kita lakukan. Mereka memang mengangkat masalah BK karena itu
terpengaruh pada struktur bisnis dia," katanya.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, JUMAT, 28 OKTOBER 2011