
SANGATTA. Kakao
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi.
Tanaman yang biji buahnya digunakan untuk bahan baku pembuatan cokelat
ini dapat berproduksi sepanjang tahun. Melihat hal itu, masyarakat
Kecamatan Karangan memilih membudidayakan kakao.
"Saat ini petani di Karangan terus berupaya membudidayakan tanaman
kakao. Hasilnya cukup membanggakan mencapai 1,6 ton per hektare. Jika
diasumsikan harganya sekarang sekitar Rp 20 ribu per kilogram, omzet
yang diperoleh masyarakat sekitar Rp 32 juta per hektare," kata Camat
Karangan Tahir Pekang.
Selanjutnya dia memberikan contoh seorang petani di Semarang, Jawa
Tengah, yang sudah berhasil mengembangkan budi daya tanaman kakao. Tiap
bulan omzetnya bisa mencapai sekitar Rp 2 miliar. Informasi itu dia
peroleh saat mengikuti acara Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) di
Malang beberapa waktu lalu.
"Pemerintah kecamatan berharap petani di Karangan juga bisa meraih
sukses seperti itu. Hal inilah yang menjadi motivasi kuat bagi kami
untuk mengembangkan budi daya kakao sebagai komoditas unggulan di
Karangan. Sebab luas lahan kakao yang ada di Karangan saat ini sekitar
1.500 hektare, dikelola secara mandiri oleh masyarakat," paparnya.
Dengan melakukan upaya ekstensifikasi dan mekanisasi pertanian
diharapkan tahun 2015 depan bisa mencapai 5.000 hektare. Pihaknya
mengajak kepada investor untuk berinvestasi pada perkebunan kakao di
Karangan, mengingat luas lahan dimiliki sangat besar untuk pengembangan
tanaman tersebut.
Camat Karangan mengakui, untuk membudidayakan tanaman tidaklah mudah.
Persiapan naungan dan lahan merupakan dua hal penting yang perlu
diperhatikan. Naungan itu bisa berupa tanaman pelindung, seperti
lamtoro, gleresidae, dan albazia. Selebihnya, proses membudidayakan
kakao tak terlalu rumit. Pihaknya akan melibatkan penyuluh pertanian
lapangan yang ada untuk pembinaan petani.
Lebih lanjut disebutkan, kakao merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang cocok dengan kultur tanah dan iklim di Indonesia.
Tanaman ini termasuk golongan tumbuhan tropis. Tanaman penghasil biji
ini berasal dari daerah hutan tropis di Amerika Selatan. Di habitat
asalnya, kakao biasa tumbuh di bagian hutan hujan tropis yang terlindung
di bawah pohon-pohon besar. Dalam budi daya kakao maksimal lahan yang
bisa ditanami pohon sekitar 70 persen dari total luas lahan. Jarak
tanamnya sekitar 1,1 meter.
Selain memiliki lahan budi daya yang dikelola masyarakat, Camat Tahir
Pekang mengajak beberapa perusahaan perkebunan yang ada di wilayahnya
untuk menerapkan pola mitra inti plasma atau menjadi bapak angkat dari
petani/kelompok tani bekerja sama dengan masyarakat sekitar.
"Bentuk kerja sama ini bisa berupa penyediaan modal, bibit unggul,
pupuk, penyuluhan kepada masyarakat hingga membantu pemasaran,” ujar
Tahir. (kmf6/san/k9)
SUMBER :KALTIM POST, RABU, 24 SEPTEMBER 2014