
SAMARINDA. Kontribusi transmigrasi pada ketahanan pangan dan perkebunan sangat
nyata, khususnya kelapa sawit dan karet. Atas dasar itulah maka
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(Kemendes PDT Trans) mendukung adanya repalnting atau peremajaan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Pengembangan Kawasan
Transmigrasi, Kemendes PDT Trans, M.Nurdin, dalam Seminar Kelapa Sawit
Sebagai Penggerak Ekonomi Daerah yang diselenggarakan oleh Media
Perkebunan dengan menggandeng Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur
serta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang
Kalimantan Timur.
Lebih lanjut, menurut catatan Nurdin dari kawasan transmigrasi, saat
ini sudah terbentuk 1.183 desa definitif, 385 ibukota kecamatan dan 104
ibukota kabupaten. Dari angka tersebut untuk wilayah ketahanan pangan
seluas 4,1 juta ha yang menghasilkan untuk tanaman pangan berproduksi
8,4 juta ton GKG/tahun serta 50 kawasan sentra perkebunan kelapa sawit
dengan produksi CPO dan 10.328 wirausaha baru.
Salah satu bukti nyata keberhasilan transmigrasi yaitu melalui pola
Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-Trans) yang dilaksanakan sampai
tahun 2003, terdapat 54 perusahaan yang telah mengembangkan perusahaan
perkebunan kelapa sawit dan 2 perusahaan perkebunan kelapa hibrida.
“Program ini berhasil menempatkan transmigran sebanyak 191.062 Kepala
Keluarga (KK) atau 79,73 persen dari target 239.269 KK,” ucap Nurdin.
Adapun yang berhasil dalam hal ini, Nurdin menambahkan, yaitu kebun
inti yang dibangun seluas 150.562 ha atau 81,39 persen dari target
185.099 ha. Sedang kebun plasma seluas 421. 236 ha atau 88,37 persen
dari target 476.695 ha.
“Sedangkan realisasi pemanfaatan kredit plasma sebesar Rp 1,52
triliun atau sebesar 89,41 persen dari target Rp1,7 triliun, dan
pengembalian kredit mencapai Rp 1,4 triliun atau 88,37 persen dari
target Rp 1,52 triliun,” urai Nurdin.
Atas dasar itulah, Nurdin menegaskan, saat ini di kawasan
transmigrasi yang sudah banyak tanaman kelapa sawit sudah harus
direplanting. Hal ini karena sudah cukup tua atau ditanam saat para
trasmigrasi datang, dan usianya rata-rata sudah diatas 25 tahun.
“Sehingga untuk mendukung program replanting perkebunan kelapa sawit
rakyat, kami akan melakukan percepatan penyelesaian sertifikat lahan
transmigrasi dalam rangka reforma agraria. Selain itu juga akan
menindaklanjuti dengan pemanfaatan lahan melalui pengembangan komoditas
sawit dengan skim pembiayaan khusus yang pengembangannya mengacu pada
ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil),” papar Nurdin.
Percepatan sertifikasi perlu dilakukan, menurut Nurdin karena selama
ini ada 325.000 bidang lahan transmigrasi yang tidak punya sertifikat
karena konflik dengan kehutanan. Atas dasa itulah melalui program TORA
(Tanah Objek Reforma Agria) maka akan dilakukan penerbitan Sertifikat
Hak Milik (SHM) lahan transmigrasi sebanyak 105.756 bidang (asumsi
seluas 79.317 ha) pada 335 lokasi akan diselesaikan secara bertahap.
Adapun untuk tahun 2017 ini akan dilakukan sebesar 29.825 bidang
(asumsi seluas 22.369 ha) dan tahun 2018 sebanyak 75.931 bidang (asumsi
seluas 56.948 ha). Perlu dilakukan identifikasi potensi pengembangan
pada lahan tersebut.
“Sebagai langkah awal untuk mendukung pilot project pembiayaan kredit
komoditas maupun peremajaan, maka pemerintah akan melakukan proses
sertifikasi 30.000 ha lahan kelapa sawit milik petani,” janji Nurdin.
“Sebab, sekarang persyaratannya tidak berbelit-belit seperti dulu.
Diantaranya dengan menggunakan dana dari BPDP-KS (Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit). Kalau dulu tidak bisa dibangun sebelum ada
sertifikat sekarang sertifikat diurus gratis oleh pemerintah,” tambah
Nurdin.
Selain itu, Nurdin mengatakan tidak hanya kelapa sawit yang akan
direplanting, tapi juga tanaman karet. Hal ini karena para transmigran
dahulu juga ada yang menanam karet dan sekarang usianya juga banyak yang
sudah tua.
Adapun pilot project untuk tanaman karet yang akan direplanting yaitu
seluas 15.000 ha yang terbagi dalam skema peremajaan dilahan karet yang
sudah ada dan penanaman baru di wilayah perhutanan sosial dan penanaman
baru di lahan TORA.
“Memang untuk tanaman kelapa sawit selain bisa menggunakan dana
BPDPKS juga ada alternatif pembiayaan yang bisa digunakan untuk karet
yaitu memanfaatkan dana desa lewat badan usaha milik desa dan badan
usaha milik kabupaten,” pungkas Nurdin.
SUMBER : MEDIA PERKEBUNAN, MINGGU, 24 SEPTEMBER 2017