Kebun Seluas 1,3 Juta Ha Disokong 68 Pabrik Pengolahan CPO
25 Agustus 2014
Admin Website
Berita Kedinasan
5087
SAMARINDA. Pabrik pengolah buah kelapa sawit menjadi minyak kasar atau Crude
Palm Oil (CPO) di seluruh Kaltim (termasuk Kalimantan Utara) kini telah
berjumlah 58 buah pabrik yang telah operasional. Sementara itu, 10 buah
pabrik pengolahan juga akan dibangun.
Jumlah ini tentu belum mencukupi luasan kebun yang ada saat ini yang jumlahnya telah mencapai angka 1,3 juta hektar. Namun upaya pembangunan pabrik CPO di Kaltim dan Kaltara akan terus berlanjut seiring dengan produksi tnaman.Hal ini dijelaskan Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Hj, Etnawati, Selasa (19/8), yang menjelaskan tentang peluang dan tantangan perkebunan kelapa sawit.
"Saat ini pabrik terbanyak berada di Kabupaten Kutai Timur sebanyak 20-an, PPU 2, Paser 14, Kubar 1, Kukar 9 , Nunukan 5, Berau 5 dan Bulungan 2 buah dengan total produksi sebanyak 2945 tandan buah segar (tbs) per jam," ujarnya.
Sedangkan 10 buah pabrik yang akan dibangun berlokasi di Kabupaten Berau, Kukar , Kutim, Paser dan PPU.
Dijelaskan Etnawati, pengelolaan kebun kelapa sawit di Kaltim telah memenuhi aspek lingkungan tata asas kelestarian. Bahkan pihaknya, telah memberikan penilaian terhadap perusahaan perkebunan setiap dua tahun sekali.
Kelapa sawit yang awal penanaman kurang menarik minat masyarakat, kini produksinya terus dicari. Bahkan limbahnya pun dicari untuk digunakan sebagai energi listrik bio massa, pupuk, pakan ternak dan produk lainnya.
"Kelapa sawit ini boleh dibilang kini limbahnya zero weist karena seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, baik limbah cair maupun limbah padat," ujarnya.
Etnawati menjelaskan, telah banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kaltim yang telah mampu mengolah limbah mereka untuk digunakan sebagai pembangkit listrik yang dapat digunakan oleh perusahaan dan masyarakat sekitar.
Kendala yang dihadapi pengusaha perkebunan kelapa sawit dalam pengembangan inovasi teknologi mereka adalah hadangan sejumlah macam pajak yang memberatkan terhadap sejumlah inovasi yang ada.
Ada ketakutan, perusahaan jika menghasilkan listrik dan bahan bakar, mereka sudah dihadang oleh pajak-pajak yang justru memberatkan dan menghambat perkembangan teknologi. Saya berharap ada insentif bagi perusahaan yang membangun energi terbarukan sehingga pengusaha tidak takut,” harap Etnawati. (vb/yul/foto:ist)
SUMBER : VIVA BORNEO, SABTU, 23 AGUSTUS 2014
Jumlah ini tentu belum mencukupi luasan kebun yang ada saat ini yang jumlahnya telah mencapai angka 1,3 juta hektar. Namun upaya pembangunan pabrik CPO di Kaltim dan Kaltara akan terus berlanjut seiring dengan produksi tnaman.Hal ini dijelaskan Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Hj, Etnawati, Selasa (19/8), yang menjelaskan tentang peluang dan tantangan perkebunan kelapa sawit.
"Saat ini pabrik terbanyak berada di Kabupaten Kutai Timur sebanyak 20-an, PPU 2, Paser 14, Kubar 1, Kukar 9 , Nunukan 5, Berau 5 dan Bulungan 2 buah dengan total produksi sebanyak 2945 tandan buah segar (tbs) per jam," ujarnya.
Sedangkan 10 buah pabrik yang akan dibangun berlokasi di Kabupaten Berau, Kukar , Kutim, Paser dan PPU.
Dijelaskan Etnawati, pengelolaan kebun kelapa sawit di Kaltim telah memenuhi aspek lingkungan tata asas kelestarian. Bahkan pihaknya, telah memberikan penilaian terhadap perusahaan perkebunan setiap dua tahun sekali.
Kelapa sawit yang awal penanaman kurang menarik minat masyarakat, kini produksinya terus dicari. Bahkan limbahnya pun dicari untuk digunakan sebagai energi listrik bio massa, pupuk, pakan ternak dan produk lainnya.
"Kelapa sawit ini boleh dibilang kini limbahnya zero weist karena seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, baik limbah cair maupun limbah padat," ujarnya.
Etnawati menjelaskan, telah banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kaltim yang telah mampu mengolah limbah mereka untuk digunakan sebagai pembangkit listrik yang dapat digunakan oleh perusahaan dan masyarakat sekitar.
Kendala yang dihadapi pengusaha perkebunan kelapa sawit dalam pengembangan inovasi teknologi mereka adalah hadangan sejumlah macam pajak yang memberatkan terhadap sejumlah inovasi yang ada.
Ada ketakutan, perusahaan jika menghasilkan listrik dan bahan bakar, mereka sudah dihadang oleh pajak-pajak yang justru memberatkan dan menghambat perkembangan teknologi. Saya berharap ada insentif bagi perusahaan yang membangun energi terbarukan sehingga pengusaha tidak takut,” harap Etnawati. (vb/yul/foto:ist)
SUMBER : VIVA BORNEO, SABTU, 23 AGUSTUS 2014