Kaltim Siapkan Strategi Menghadapi ASEAN 2015
24 September 2014
Admin Website
Berita Kedinasan
3576
SAMARINDA. Persaingan di era perdagangan bebas ASEAN (ASEAN
Economic Community) 2015.
sangat berpengaruh terhadap sektor perdagangan di Indonesia, termasuk di
Kaltim. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim telah menyusun
strategi dan kebijakan pembangunan sektor ekonomi dalam menyambut ASEAN tahun
depan.
"Sumber yang memungkinkan adalah crude palm oil atau minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya. Selain, CPO yang menjadi perhatian adalah karet alam. Minyak dan gas memang masih menjadi primadona. Namun beberapa tahun terakhir, permintaan akan SDA yang tak dapat diperbaharui tersebut menurun, sebut saja batu bara," ucap kepala bidang produksi dinas perkebunan Prov. Kaltim Sukardi saat menjadi Narasumber Dialog Interaktif Kominfo melalui siaran RRI Samarinda, Selasa (23/9).
Sukardi menjadi narasumber program kerjasama Diskominfo Kaltim – RRI Samarinda tersebut ditemani kepala Bidang Usaha Dinas Pekerbunan Prov. Kaltim H. Muhamad Yusuf dengan tema Pengembangan Produk crude palm oil (CPO) di Kaltim dalam menyambut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Dimana Pemprov Kaltim didukung Pemkab Kutai Timur serta pemerintah pusat melalui kementerian terkait terus mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy menjadi Maloy Batuta Tranz Kalimantan Economic Zone (MBTKEZ).
Luasan kebun sawit 1,2 juta hektar saat ini saja telah berdiri 55 pabrik kelapa sawit dengan kapasitas terpasang sebesar 2.705 ton Tandan Buah Segar (TBS) sawit per jam atau mampu memproduksi CPO sebesar 5.221.016 ton.
Namun, lanjut dia, untuk menjadi daerah yang kuat dari segi ekspor membutuhkan waktu tak sebentar. Perlu penyesuaian, belum lagi tahun depan Indonesia sudah masuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tentu persaingan dengan negara di Asia Tenggara semakin ketat. “Belum bisa. Sekitar lima atau sepuluh tahun lagi baru bisa beradaptasi,” sebutnya.
Dia berharap agar seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit memiliki komitmen. Sehingga, di kawasan MBTKEZ tersebut terjadi sinergitas dan kegiatan yang saling menguntungkan pemerintah dan swasta.
Walau begitu, tak terlalu memengaruhi perdagangan di Tanah Air. Bila dilihat dari jumlah konsumsi selama ini. Boleh dikatakan, hal yang membuat ekonomi Indonesia bertahan hingga sekarang ialah pola konsumtif masyarakatnya. Itu yang membuat ekonomi kuat, dengan transaksi jual beli antar daerah.
Sedangkan menurut Yusuf, dengan kata lain, produksi dalam negeri harus mampu bersaing dari segi kualitas dan harga. Bila harga barang dari luar lebih murah dan kualitasnya lebih baik, bukan tak mungkin akan lebih disukai oleh masyarakat Indonesia. (ris)
SUMBER : DISKOMINFO PROV. KALTIM
"Sumber yang memungkinkan adalah crude palm oil atau minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya. Selain, CPO yang menjadi perhatian adalah karet alam. Minyak dan gas memang masih menjadi primadona. Namun beberapa tahun terakhir, permintaan akan SDA yang tak dapat diperbaharui tersebut menurun, sebut saja batu bara," ucap kepala bidang produksi dinas perkebunan Prov. Kaltim Sukardi saat menjadi Narasumber Dialog Interaktif Kominfo melalui siaran RRI Samarinda, Selasa (23/9).
Sukardi menjadi narasumber program kerjasama Diskominfo Kaltim – RRI Samarinda tersebut ditemani kepala Bidang Usaha Dinas Pekerbunan Prov. Kaltim H. Muhamad Yusuf dengan tema Pengembangan Produk crude palm oil (CPO) di Kaltim dalam menyambut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Dimana Pemprov Kaltim didukung Pemkab Kutai Timur serta pemerintah pusat melalui kementerian terkait terus mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy menjadi Maloy Batuta Tranz Kalimantan Economic Zone (MBTKEZ).
Luasan kebun sawit 1,2 juta hektar saat ini saja telah berdiri 55 pabrik kelapa sawit dengan kapasitas terpasang sebesar 2.705 ton Tandan Buah Segar (TBS) sawit per jam atau mampu memproduksi CPO sebesar 5.221.016 ton.
Namun, lanjut dia, untuk menjadi daerah yang kuat dari segi ekspor membutuhkan waktu tak sebentar. Perlu penyesuaian, belum lagi tahun depan Indonesia sudah masuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tentu persaingan dengan negara di Asia Tenggara semakin ketat. “Belum bisa. Sekitar lima atau sepuluh tahun lagi baru bisa beradaptasi,” sebutnya.
Dia berharap agar seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit memiliki komitmen. Sehingga, di kawasan MBTKEZ tersebut terjadi sinergitas dan kegiatan yang saling menguntungkan pemerintah dan swasta.
Walau begitu, tak terlalu memengaruhi perdagangan di Tanah Air. Bila dilihat dari jumlah konsumsi selama ini. Boleh dikatakan, hal yang membuat ekonomi Indonesia bertahan hingga sekarang ialah pola konsumtif masyarakatnya. Itu yang membuat ekonomi kuat, dengan transaksi jual beli antar daerah.
Sedangkan menurut Yusuf, dengan kata lain, produksi dalam negeri harus mampu bersaing dari segi kualitas dan harga. Bila harga barang dari luar lebih murah dan kualitasnya lebih baik, bukan tak mungkin akan lebih disukai oleh masyarakat Indonesia. (ris)
SUMBER : DISKOMINFO PROV. KALTIM