JAKARTA. Harga biji kakao sepanjang tahun ini diperkirakan sekitar
US$2.500 per ton, tidak jauh berbeda dengan tahun lalu US$2.400 yang
masih dipengaruhi oleh krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat.
Sekjen Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Dakhri Sanusi mengatakan petani masih akan mendapatkan keuntungan jika harga biji kakao US$2.500 per ton.
"Harga kakao dibentuk oleh pasar internasional, sehingga akan
bergantung pada situasi Eropa dan Amerika Serikat sebagai konsumen
terbesar. Krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat akan mempengaruhi
penurunan demand [permintaan], sehingga harga bisa tertekan," ujarnya,
seusai acara Diskusi Ekspor Dipersulit, Keran Impor Dibuka Lebar: Kebijakan Pemerintah Miskinkan Petani, Kamis 26 Januari 2012.
Dia memaparkan harga rata-rata biji kakao pada tahun lalu US$2.400 per
ton. Padahal, rata-rata harga biji kakao pada 2010 lebih dari US$3.500
per ton.
Menurut dia, konsumen terbesar biji kakao adalah Eropa dan Amerika
Serikat, sehingga krisis yang melanda di kawasan itu akan mempengaruhi
penurunan permintaan. "Kalau konsumen sedang dilanda krisis, sedangkan
kakao ini produk mewah, sehingga akan mengurangi permintaan."
Saat ini, katanya, harga kakao masih berkisar US$2.300-US$2.400 per ton
turun drastis dibandingkan dengan harga pada 2010 yang mencapai lebih
dari US$3.500 per ton. "Tahun ini [harga kakao] paling US$2500 per ton."
Dia menilai biji kakao merupakan komoditas yang penuh dengan spekulasi,
karena seringkali harga ditentukan oleh para spekulan. "Naik atau turun
[harga] tergantung mereka [spekulan], tetapi [faktor penentu harga]
yang paling mendasar disebabkan oleh krisis di Eropa."
Dakhri menambahkan dengan penurunan harga menjadi US$2.300-US$2.400 per
ton itu, maka bea keluar ekspor yang dikenakan sekitar 5%. Pemerintah
telah menerapkan bea keluar kakao sekitar 2 tahun.
Namun, dengan berbagai strategi pemerintah saat ini,petani dan pedagang
biji kakao sudah mulai menjual ke pasar domestik, dengan masuknya
investor membangun pabrik pengolahan kakao.
"Mungkin tidak banyak lagi ekspor, tetapi untuk lokal, dengan dibukanya
pabrik [pengolahan kakao] di Indonesia, orang [eksportir biji kakao]
cenderung mengirim ke lokal untuk pabrik pengolahan kakao dalam negeri,"
jelasnya.
Dakhri memperkirakan produksi kakao tahun ini akan meningkat menjadi
500.000-550.000 ton dibandingkan dengan tahun lalu hanya 450.000 ton.
Menurutnya, peningkatan produksi tahun ini dibandingkan dengan tahun
lalu lebih banyak dipengaruhi faktor cuaca. Namun, dia mengharapkan ada
perbaikan di on farm perkebunan kakao.
Pemerintah mengucurkan dana untuk program gerakan nasional (Gernas)
kakao dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas biji kakao.
Dia menegaskan agar petani kakao mendapatkan keuntungan, maka harga di
pasar seharusnya lebih dari US$2.500 per ton. "Kalau harga biji kakai
berada di bawah [US$2.500 per ton], maka petani tidak termotiovasi lagi.
Kalau petani tidak mendapatkan manfaat kakoa, maka mereka akan pindah
ke komoditas lainnya."
Produksi biji kakao di Tanah Air pada tahun lalu hanya 450.000 ton.
Padahal, kapasitas terpasang industri pengolahan kakao di dalam negeri
mencapai 700.000 ton, sehingga harus diimpor 250.000 ton jika seluruh
kapasitas terpasang pabrik itu dioperasikan.
Nilai ekspor kakao pada 2011 turun menjadi US$1,28 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya US$1,64 miliar.
DIKUTIP DARI BISNIS INDONESIA, KAMIS, 26 JANUARI 2012