Jumlah eksportir makin sepi
JAKARTA. Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mencatat jumlah eksportir biji kakao merosot 50% sejak 2 tahun implementasi kebijakan bea keluar terhadap komoditas tersebut.
"Eksportir merugi akibat tarif bea keluar yang progresif dan berubah-ubah," kata Ketua Umum Askindo Zulhefi Sikumbang dalam rilisnya, Senin 26 maret 2012.
Kebijakan bea keluar, menurutnya, telah mempersulit dunia usaha serta
menurunkan daya saing industri pengolahan kakao dalam negeri. Askindo
khawatir tingginya bea keluar kakao akan membuat eksportir limbung
sehingga Indonesia gagal mencapai target ekspor sebesar 650.000 ton.
Bea keluar yang ditetapkan Kementerian Perdagangan sejak 2010 yakni
sebesar 0% untuk harga kakao kurang dari US$ 2.000 per ton, 5% untuk
harga kakao US$ 2.000—US$ 2.750 per ton, 10% untuk harga kako US$
2.750—US$ 3.500 per ton, dan harga di atas US$ 3.500 per ton dikenakan
15%.
"Sejak implementasi bea keluar, banyak eksportir yang sudah tutup. Dari
semula mencapai 40 eksportir, kini hanya tersisa 20 eksportir,"ujarnya.
Menurut Zulhefli, pemerintah seharusnya membuat ketetapan satu harga
dan tidak terlalu tinggi. Dia menilai bea keluar progresif biji kakao
saat ini sangat menghambat aktivitas ekspor akibat stagnansi
produktivitas dalam negeri.
DIKUTIP DARI BISNIS INDONESIA, SENIN, 26 MARET 2012