Gubernur Buat Perda Pemanfaatan Lahan Terdegradasi
08 September 2015
Admin Website
Berita Daerah
3835
SAMARINDA. Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak
mengatakan selain telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor
17 Tahun 2015, Pemprov masih akan membuat peraturan daerah (Perda)
penyelamatan sumber daya alam (SDA) yang di dalamnya akan mengatur
pemanfaatan lahan terdegradasi.
"Lahan-lahan terdegradasi itu banyak di Kutai Timur, Kutai Kartanegara dan Kutai Barat. Di kabupaten dan kota lainnya juga ada," kata Awang Faroek Ishak, Senin (7/9).
Lahan-lahan terlantar, lahan kritis maupun lahan eks tambang yang jumlahnya mencapai jutaan hektar itu akan segera diinventarisasi. Setelah itu baru akan dibuatkan Perda. Dengan adanya Perda itu nanti, diharapkan tidak ada lagi lahan-lahan terlantar seperti sekerang ini.
"Pada lahan terdegradasi dan lahan terlantar itu akan ditanam seperti tanaman nyamplung, jarak, kemiri sunan, tebu, ilalang maupun ubi yang manfaatnya bisa menghasilkan bahan bioenergi atau energi baru dan terbarukan," ujarnya.
Dikatakan jumlah lahan terdegradasi tersebut tersebar di seluruh wilayah Kaltim, khususnya pada eks tambang. Perusahaan yang bersangkutan diminta agar tidak membiarkan lahan-lahan eks tambang mereka terlantar, tetapi bisa dimanfaatkan dengan menanam tanaman yang menghasilkan bahan untuk energi baru dan terbarukaan.
"Kalau itu bisa dilakukan untuk menghasilkan energi baru terbarukan, maka otomatis kriris listrik di Kaltim akan bisa diatasi," kata Awang.
Awang memaparkan potensi lahan pengembangan penunjang program pengembangan bioenergi di Kaltim yaitu dari sektor kehutanan (HPH, HTI dan HT) 6.055.793 hektare, yang terdiri hutan produksi (HP) 3.027.100 hektare, hutan produksi terbatas (HPT) 2.908.255 hektare dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) 120.438 hektare.
"Untuk sektor perkebunan mencapai 3.434.254 hektare yang terdiri perkebunan kelapa sawit 1.002,294 hektare. Sektor batubara (eksplorasi) 1.931.356 hektare, eksploitasi 935.108 hektare (pemanfaatan areal reklamasi lahan dan revegetasi pasca tambang). Sektor pertanian (tanaman pangan dan sawah) dan peternakan sapi 277.860 hektare," paparnya.
Menurut Awang, revolusi energi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) sudah dilaksanakan dan program tersebut harus didukung oleh setiap daerah. Potensi EBT di seluruh Indonesia mencapai 200.000 MW, sementara yang baru dimanfaatkan hanya sebesar 6,8 persen dari total potensi.
"Untuk mendukung EBT tersebut Kementerian ESDM bersama-sama dengan instansi lain telah melakukan berbagai terobosan kebijakan untuk mendorong pembangunan energi baru terbarukan antara lain, memperbaiki tata kelola geothermal/panas bumi," papar Awang. (mar/sul/es/hmsprov)
SUMBER : BIRO HUMAS DAN PROTOKOL PROV. KALTIM
"Lahan-lahan terdegradasi itu banyak di Kutai Timur, Kutai Kartanegara dan Kutai Barat. Di kabupaten dan kota lainnya juga ada," kata Awang Faroek Ishak, Senin (7/9).
Lahan-lahan terlantar, lahan kritis maupun lahan eks tambang yang jumlahnya mencapai jutaan hektar itu akan segera diinventarisasi. Setelah itu baru akan dibuatkan Perda. Dengan adanya Perda itu nanti, diharapkan tidak ada lagi lahan-lahan terlantar seperti sekerang ini.
"Pada lahan terdegradasi dan lahan terlantar itu akan ditanam seperti tanaman nyamplung, jarak, kemiri sunan, tebu, ilalang maupun ubi yang manfaatnya bisa menghasilkan bahan bioenergi atau energi baru dan terbarukan," ujarnya.
Dikatakan jumlah lahan terdegradasi tersebut tersebar di seluruh wilayah Kaltim, khususnya pada eks tambang. Perusahaan yang bersangkutan diminta agar tidak membiarkan lahan-lahan eks tambang mereka terlantar, tetapi bisa dimanfaatkan dengan menanam tanaman yang menghasilkan bahan untuk energi baru dan terbarukaan.
"Kalau itu bisa dilakukan untuk menghasilkan energi baru terbarukan, maka otomatis kriris listrik di Kaltim akan bisa diatasi," kata Awang.
Awang memaparkan potensi lahan pengembangan penunjang program pengembangan bioenergi di Kaltim yaitu dari sektor kehutanan (HPH, HTI dan HT) 6.055.793 hektare, yang terdiri hutan produksi (HP) 3.027.100 hektare, hutan produksi terbatas (HPT) 2.908.255 hektare dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) 120.438 hektare.
"Untuk sektor perkebunan mencapai 3.434.254 hektare yang terdiri perkebunan kelapa sawit 1.002,294 hektare. Sektor batubara (eksplorasi) 1.931.356 hektare, eksploitasi 935.108 hektare (pemanfaatan areal reklamasi lahan dan revegetasi pasca tambang). Sektor pertanian (tanaman pangan dan sawah) dan peternakan sapi 277.860 hektare," paparnya.
Menurut Awang, revolusi energi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) sudah dilaksanakan dan program tersebut harus didukung oleh setiap daerah. Potensi EBT di seluruh Indonesia mencapai 200.000 MW, sementara yang baru dimanfaatkan hanya sebesar 6,8 persen dari total potensi.
"Untuk mendukung EBT tersebut Kementerian ESDM bersama-sama dengan instansi lain telah melakukan berbagai terobosan kebijakan untuk mendorong pembangunan energi baru terbarukan antara lain, memperbaiki tata kelola geothermal/panas bumi," papar Awang. (mar/sul/es/hmsprov)
SUMBER : BIRO HUMAS DAN PROTOKOL PROV. KALTIM