JAKARTA--MICOM: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia
(Gapki) dan pemangku kepentingan industri minyak kelapa sawit (CPO)
menolak kebijakan bea keluar (BK) yang baru dan meminta pemerintah
meninjau kembali Peraturan Menteri Keuangan (PMK) itu.
Direktur Eksekutif Gapki M Fadhil Hasan kepada pers di Jakarta,
Selasa (6/9) mengatakan pemerintah melalui PMK menetapkan batas minimum
pengenaan BK untuk CPO sebesar US$750 per ton.
Sedangkan sebelumnya US$700 dan batas atas BK untuk CPO ditetapkan
22,5 persen turun dari sebelumnya 25 persen pada tingkat harga 1.250
dolar AS.
"Untuk produk hilir refine bleach deodorize bila semua dikenakan
tarif BK sebesar maksimum 25 persen saat ini hanya 10 persen," kata
Fadhil Hasan.
Namun, menurut dia, hal itu tidak ada perubahan yang berarti dalam skema dan tarif BK sekarang dengan sebelumnya.
Bahkan tarif BK saat ini cenderung lebih tinggi pada tingkat harga
di bawah US$1.100 terutama pada tingkat US$950-US$1.100 dolar. Padahal
harga CPO dalam tahun ini dan mendatang akan berada pada kisaran
US$1.000 hingga US$1.100.
Dengan demikian, tarif BK sekarang lebih rendah dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Karena nyatanya, para petani dan produsen CPO dikenakan BK yang
lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. "Hal ini menunjukkan bahwa BK
adalah instrumen penerimaan negara," ucapnya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SELASA, 6 SEPTEMBER 2011