GIZ dan TNC Kunjungi Disbun Kaltim
SAMARINDA. Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim menerima kunjungan dari GIZ dan TNC, badan yang bergerak di bidang lingkungan, Jumat (15/3) siang di ruang Hevea, kantor Disbun Kaltim.
Tujuan kunjungan yang terdiri dari Fabian Schmidf dari GIZ Jerman, Tunggul Butarbutar dari GIZ Indonesia, TNC Kaltim dan Rahayu Siti dari Daemeter Consulting untuk mengadakan konsultasi mengenai pembangunan perkebunan di Kalimantan Timur.
Kepala Disbun Kaltim, Ir Etnawati, M.Si memaparkan bahwa dalam mendukung program satu juta hektar kelapa sawit di Kaltim, sampai dengan tahun 2012 telah tertanam 961.802 hektar, sehingga masih 38.198 hektar lagi yang harus dicapai di tahun 2013 ini.
Penerapan ISPO bagi usaha perkebunan merupakan salah satu prasyarat dalam mewujudkan perkebunan berkelanjutan yang mensinergikan aspek ekonomi, sosial budaya dan ekologi. Program ini merupakan upaya untuk mewujudkan standar pelestarian lingkungan pada industri kelapa sawit.
"Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan. Selain mempunyai fungsi ekonomis yang cukup tinggi, komoditas ini juga mampu meningkatkan fungsi sosial dan ekologi", ujar Etnawati.
Dijelaskannya, Indonesia saat ini, termasuk Kaltim merupakan penghasil komoditi kelapa sawit dalam bentuk Crude Palm Oil (CPO). Namun keberhasilan menjadi produsen utama bukan tanpa hambatan. Berbagai isu negatif dilontarkan negara-negara penghasil minyak nabati non sawit.
"Pembangunan perkebunan kelapa sawit dituduh merusak lingkungan, penggunaan sumber daya hutan yang berlebihan, pembukaan lahan dengan cara pembakaran dan penggunaan lahan gambut yang menyebabkan meningkatnya emisi karbon di udara sehingga berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dalam menjelaskan dan meluruskan isu-isu negatif serta melakukan perbaikan yang diperlukan, diantaranya melalui penerapan ISPO", jelas Etnawati.
Penerapan ISPO adalah implementasi dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 Tahun 2011 tentang Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Penerapan sekalgus menjadi upaya agar dapat meningkatkan posisi tawar CPO di pasar internasional.
"Bagi perusahaan besar perkebunan, diharapkan dapat mendukung pelaksanaan Permentan mengenai Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Peraturan tersebut bersifat mandatory atau wajib diterapkan perusahaan perkebunan kelapa sawit," harap Etnawati.
Ditambahkannya, salah satu kriteria untuk memperoleh sertifikat ISPO, kata Etnawati, perusahaan kelapa sawit harus masuk dalam kelompok kelas I, II dan III. Selain itu sertifikat ISPO wajib dimiliki oleh pihak perusahaan paling lambat 2015 mendatang untuk melaksanakan usahanya secara berkelanjutan. (rey)
SUMBER : SEKRETARIAT