Gapki Uji Materi Kebijakan Pajak Bea Keluar CPO
20 Juni 2012
Admin Website
Artikel
3862
JAKARTA. Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berencana mengajukan uji materi
(judicial review) terkait kebijakan penetapan pajak bea keluar minyak
kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Pasalnya, kebijakan tersebut membuat
kurangnya daya saing CPO Indonesia.
Ketua Bidang Pemasaran Gapki Susanto menuturkan rencana pengajuan judicial review merupakan langkah akhir yang dilakukan Gapki. "Dengan pendekatan dialog, seminar, dan semuanya dengan berbagai pihak. Tapi, jika tidak ada jalan keluar Gapki akan melalukan langkah hukum, mungkin melalui judicial review," tutur Susanto seusai jumpa pers pengenalan pengurus Gapki 2012-2015 di Jakarta, Selasa (19/6).
Susanto mengungkapkan, dalam penetapan bea keluar, ada tiga alasan yang dipakai oleh pemerintah yakni untuk normalisasi harga, mendorong industri, dan menjaga lingkungan. "Filosofi bea keluar itu tak ada untuk income kas negara. Tapi sekarang pemerintah menjadikan bea keluar sebagai income negara," tudingnya.
Susanto menilai, bea keluar tak bisa memberikan manfaat bagi industri, tapi justru mematikan industri dan menurunkan daya saing. Padahal, lanjutnya, pajak dapat meningkatkan daya saing dan meningkatkan perekonomian nasional.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan bea keluar atau pajak ekspor produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada April lalu sebesar 18%. Sebelumnya, pada Maret lalu, Kemendag juga menaikan bea keluar menjadi sebesar 16,5%.
Tak hanya masalah bea keluar, industri kelapa sawit Indonesia pun terkendala masalah tata ruang dan infrastruktur. Akibatnya adalah ekspansi yang terhambat. "Masalah tata ruang belum beres seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Riau, dan Sumatra Utara yang merupakan sentra kelapa sawit dan tujuan ekspansi ke depan," ungkap Susanto.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, RABU, 20 JUNI 2012
Ketua Bidang Pemasaran Gapki Susanto menuturkan rencana pengajuan judicial review merupakan langkah akhir yang dilakukan Gapki. "Dengan pendekatan dialog, seminar, dan semuanya dengan berbagai pihak. Tapi, jika tidak ada jalan keluar Gapki akan melalukan langkah hukum, mungkin melalui judicial review," tutur Susanto seusai jumpa pers pengenalan pengurus Gapki 2012-2015 di Jakarta, Selasa (19/6).
Susanto mengungkapkan, dalam penetapan bea keluar, ada tiga alasan yang dipakai oleh pemerintah yakni untuk normalisasi harga, mendorong industri, dan menjaga lingkungan. "Filosofi bea keluar itu tak ada untuk income kas negara. Tapi sekarang pemerintah menjadikan bea keluar sebagai income negara," tudingnya.
Susanto menilai, bea keluar tak bisa memberikan manfaat bagi industri, tapi justru mematikan industri dan menurunkan daya saing. Padahal, lanjutnya, pajak dapat meningkatkan daya saing dan meningkatkan perekonomian nasional.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan bea keluar atau pajak ekspor produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada April lalu sebesar 18%. Sebelumnya, pada Maret lalu, Kemendag juga menaikan bea keluar menjadi sebesar 16,5%.
Tak hanya masalah bea keluar, industri kelapa sawit Indonesia pun terkendala masalah tata ruang dan infrastruktur. Akibatnya adalah ekspansi yang terhambat. "Masalah tata ruang belum beres seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Riau, dan Sumatra Utara yang merupakan sentra kelapa sawit dan tujuan ekspansi ke depan," ungkap Susanto.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, RABU, 20 JUNI 2012