JAKARTA. Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berencana mengajukan uji materi
(judicial review) terkait kebijakan penetapan pajak bea keluar minyak
kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Pasalnya, kebijakan tersebut membuat
kurangnya daya saing CPO Indonesia.
Ketua Bidang Pemasaran Gapki Susanto menuturkan rencana
pengajuan judicial review merupakan langkah akhir yang dilakukan Gapki. "Dengan pendekatan dialog, seminar, dan semuanya dengan berbagai pihak.
Tapi, jika tidak ada jalan keluar Gapki akan melalukan langkah hukum,
mungkin melalui judicial review," tutur Susanto seusai jumpa pers
pengenalan pengurus Gapki 2012-2015 di Jakarta, Selasa (19/6).
Susanto mengungkapkan, dalam penetapan bea keluar, ada tiga
alasan yang dipakai oleh pemerintah yakni untuk normalisasi harga,
mendorong industri, dan menjaga lingkungan. "Filosofi bea keluar itu tak
ada untuk income kas negara. Tapi sekarang pemerintah menjadikan bea
keluar sebagai income negara," tudingnya.
Susanto menilai, bea keluar tak bisa memberikan manfaat bagi
industri, tapi justru mematikan industri dan menurunkan daya saing.
Padahal, lanjutnya, pajak dapat meningkatkan daya saing dan meningkatkan
perekonomian nasional.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan bea keluar atau
pajak ekspor produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada
April lalu sebesar 18%. Sebelumnya, pada Maret lalu, Kemendag juga
menaikan bea keluar menjadi sebesar 16,5%.
Tak hanya masalah bea keluar, industri kelapa sawit Indonesia
pun terkendala masalah tata ruang dan infrastruktur. Akibatnya adalah
ekspansi yang terhambat. "Masalah tata ruang belum beres seperti
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Riau, dan Sumatra
Utara yang merupakan sentra kelapa sawit dan tujuan ekspansi ke depan,"
ungkap Susanto.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, RABU, 20 JUNI 2012