(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Ganti Rugi Lahan Sesuai Kesepakatan

12 April 2010 Admin Website Artikel 24487
"Jadi memang belum ada tarif yang sudah ditetapkan pemerintah per hektare lahan yang harus diganti rugi masyarakat. Tapi kembali melalui kesepakatan bersama besaran per hektarenya antara masyarakat pemilik lahan dan perusahaan," tegas dia lagi menanggapi pernyataan Hanyeq warga Kecamatan Barong Tongkok, bahwa ganti rugi lahan perkebunan kelapa sawit Rp 600 ribu per hektare dinilai kecil.

#img2# Untuk diketahui, kata dia, lahan untuk perkebunan itu adalah sifatnya lahan milik Negara tapi digarap membuka perladangan oleh masyarakat. "Jadi yang diganti rugi itu adalah nilai garapan lahannya saja berikut tanam tumbuh di atas tanah tersebut," terangnya.

Disinggung jika dalam perjalanan pembukaan perkebunan ada tuntutan ganti rugi lahan? Achmad Sofyan secara tegas, mendesak perusahaan untuk menyelesaikannya. "Jika tidak, ya tidak diperkenankan membuka lahannya dulu sebelum beras soal status lahannya," katanya.

Untuk menghindari komplain soal lahan, terang dia, sudah diwajibkan semua perusahaan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan melibatkan tokoh masyarakat, dan aparat kampung setempat, sebelum membuka lahan kebunnya. "Langkah inilah yang sangat penting, sebelum membuka lahan. Di samping itu juga untuk menghindari persoalan di kemudian hari," katanya.

KONSERVAS

Dalam pemberian izin lahan perkebunan, menurut Kepala Disbuntanakan Kubar Achmad Sofyan, dari luas lahan yang diberikan 20 ribu hektare, harus ada lahan konservasinya (kawasan yang tidak boleh diganggu/digarap). "Tapi besaran kawasan konservasi itu ada di setiap lahan perusahaan. Tentang luasannya tergantung dengan kondisi lahannya," sebut Achmad Sofyan.

Misalnya, izin lahan perkebunan yang diberikan kepada PT Tunas Bersusun Abadi di Kampung Ujoh Bilang, Kecamatan Long Bagun, di belakangnya ada gunung. "Nah, di lahan digunung itulah yang tidak dilakukan pengarapan perkebunan atau masuk kawasan konservasi. Kawasan ini harus dipertahankan agar tidak digarap," tegasnya.

Sehingga, sebut dia, dari luasan izin lokasi lahan perkebunan seluas 20 ribu hektare itu akan terus mengecil untuk perolehan lahan yang dibuka jadi kebun kelapa sawit. "Bisa-bisa dari 20 ribu hektare itu yang bisa digarap perkebunan hingga izin hak guna usaha (HGU), tinggal 8 ribu sampai 10 ribu hektare saja," katanya.

Karena dari luas lahan 20 ribu hektare itu, kata dia, dibagi lagi lahan konservasi, dan untuk pembukaan badan jalan. Bahkan terkadang juga ada pemukiman penduduk yang masuk. Senada dengan Bupati Kubar Ismael Thomas, agar perusahaan menghindari penebangan kayu ulin, agatis, dan banggeris serta satwa dilindungi seperti macan dahan dan burung enggang, lanjut Achmad Sofyan, sudah ditegaskan kepada semua perusahaan perkebunan di Kubar.

"Memang kita sudah meminta perusahaan untuk melindunginya," tegasnya. Kemudian secara teknisnya, perusahaan juga harus mengkoordinasikan dengan dinas kehutanan, akan dalam pembukaan lahan yang terdapat kayunya tidak asal tebang.

PERSOALAN

Menanggapi PT DAN di Muara Pahu yang belum memberikan kebun binaan masyarakat? Achmad Sofyan menegaskan wajib diberikan. Karena itu sudah menjadi ketentuan oleh Menteri Pertanian, dari total lahan yang diberikan izin, 20 persen untuk kebun binaan masyarakat setempat. "Tapi biasanya, paling lambat pemberian kebun binaan itu, sebelum dikeluarkannya HGU oleh Badan Pertanahan Nasional," terang dia.

Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kubar Mustam Komo melalui Kepala Bidang Pengembangan Tenaga Kerja Iden Usat mengatakan, soal minimnya upah Rp 40 ribu per hari di PT DAU Muara Pahu yang tidak ditanggung uang makan, dan transportasi memang sudah menjadi aturan perusahaan. "Karena jika masyarakat bekerja sebagai buruh harian lepas bertugas sebagai penyemaian bibit kelapa sawit ya, memang sebesar itu," kata Iden Usat.

Tapi jika nilai itu tidak mencukupi, masyarakat bisa menghentikan atau menolak sebagai pekerjanya. Biasanya kewajiban perusahaan yang harus diberikan kepada pekerjanya, dikuatkan dengan perjanjian bersama antara perusahaan dan pekerjanya. Sehingga melalui cara itulah, bisa dilakukan musyawarah lagi antara perusahaan dan masyarakat/pekerja.

Memang diakuinya, hingga kini upah minimum kabupaten (UMK) pada 2010 sudah ditetapkan sebesar Rp 1,1 juta per orang tapi untuk sektor perkebunan belum ditentukan. "Kita harapkan dalam waktu dekat upah disektor perkebunan bisa ditetapkan," terangnya.

DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 12 APRIL 2010

Artikel Terkait