BK CPO akan Diterapkan Regresif
01 November 2010
Admin Website
Artikel
3548
Jakarta - Pemerintah tengah merevisi penerapan bea
keluar (BK) produk sawit dan turunannya termasuk Crude Palm Oil (CPO).
Salah satu yang menjadi kajian pemerintah saat ini BK CPO dan turunnya
akan diterapkan secara regresif.
"Kalau perubahan yang menyeluruh akan kita lihat nanti pada evaluasi yang menyeluruh termasuk untuk CPO kita buat lebih regresif pada yang hilir. Jadi makin ke hilir makin rendah," kata Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar di sela-sela acara peluncuran survey dan laporan ekonomi OECD di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (1/11/2010).
Mahendra menjelaskan rencana pengenaan BK CPO secara regresif ditujukan untuk mendorong penciptaan nilai tambah produksi produk sawit di Indonesia. Hal ini semacam insentif bagi pelaku usaha yang ingin mengembangkan sektor hilir sawit karena akan dikenai bea keluar paling rendah dibandingkan produk hulu sawit seperti CPO.
"Kita sedang susun penyesuainnya, evaluasinya sepanjang tahun ini yah," katanya.
Mahendra menambahkan, pemerintah tengah mengkaji untung dan ruginya penetapan BK tidak lagi dalam periode setiap bulan namun bisa dilakukan dalam waktu setiap beberapa bulan sekali. Bahkan pemerintah berencana akan menempatkan bursa berjangka Indonesia sebagai acuan harga CPO, tidak lagi mengekor pada harga di Rotterdam Belanda.
"Kita lihat saja. Saya tidak mau mendahului semua opsi kita pelajari," pungkasnya.
Seperti diketahui selama ini penerapan BK CPO dilakukan secara progresif, semakin tinggi harga CPO internasional maka produk CPO dan turunannya akan dikenakan BK lebih besar prosentasenya.
"Kalau perubahan yang menyeluruh akan kita lihat nanti pada evaluasi yang menyeluruh termasuk untuk CPO kita buat lebih regresif pada yang hilir. Jadi makin ke hilir makin rendah," kata Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar di sela-sela acara peluncuran survey dan laporan ekonomi OECD di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (1/11/2010).
Mahendra menjelaskan rencana pengenaan BK CPO secara regresif ditujukan untuk mendorong penciptaan nilai tambah produksi produk sawit di Indonesia. Hal ini semacam insentif bagi pelaku usaha yang ingin mengembangkan sektor hilir sawit karena akan dikenai bea keluar paling rendah dibandingkan produk hulu sawit seperti CPO.
"Kita sedang susun penyesuainnya, evaluasinya sepanjang tahun ini yah," katanya.
Mahendra menambahkan, pemerintah tengah mengkaji untung dan ruginya penetapan BK tidak lagi dalam periode setiap bulan namun bisa dilakukan dalam waktu setiap beberapa bulan sekali. Bahkan pemerintah berencana akan menempatkan bursa berjangka Indonesia sebagai acuan harga CPO, tidak lagi mengekor pada harga di Rotterdam Belanda.
"Kita lihat saja. Saya tidak mau mendahului semua opsi kita pelajari," pungkasnya.
Seperti diketahui selama ini penerapan BK CPO dilakukan secara progresif, semakin tinggi harga CPO internasional maka produk CPO dan turunannya akan dikenakan BK lebih besar prosentasenya.
DIKUTIP DARI DETIK, SENIN, 1 NOVEMBER 2010