Jakarta - Pemerintah tengah merevisi penerapan bea
keluar (BK) produk sawit dan turunannya termasuk Crude Palm Oil (CPO).
Salah satu yang menjadi kajian pemerintah saat ini BK CPO dan turunnya
akan diterapkan secara regresif.
"Kalau
perubahan yang menyeluruh akan kita lihat nanti pada evaluasi yang
menyeluruh termasuk untuk CPO kita buat lebih regresif pada yang hilir.
Jadi makin ke hilir makin rendah," kata Wakil Menteri Perdagangan
Mahendra Siregar di sela-sela acara peluncuran survey dan laporan
ekonomi OECD di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (1/11/2010).
Mahendra
menjelaskan rencana pengenaan BK CPO secara regresif ditujukan untuk
mendorong penciptaan nilai tambah produksi produk sawit di Indonesia.
Hal ini semacam insentif bagi pelaku usaha yang ingin mengembangkan
sektor hilir sawit karena akan dikenai bea keluar paling rendah
dibandingkan produk hulu sawit seperti CPO.
"Kita sedang susun penyesuainnya, evaluasinya sepanjang tahun ini yah," katanya.
Mahendra
menambahkan, pemerintah tengah mengkaji untung dan ruginya penetapan BK
tidak lagi dalam periode setiap bulan namun bisa dilakukan dalam waktu
setiap beberapa bulan sekali. Bahkan pemerintah berencana akan
menempatkan bursa berjangka Indonesia sebagai acuan harga CPO, tidak
lagi mengekor pada harga di Rotterdam Belanda.
"Kita lihat saja. Saya tidak mau mendahului semua opsi kita pelajari," pungkasnya.
Seperti
diketahui selama ini penerapan BK CPO dilakukan secara progresif,
semakin tinggi harga CPO internasional maka produk CPO dan turunannya
akan dikenakan BK lebih besar prosentasenya.
DIKUTIP DARI DETIK, SENIN, 1 NOVEMBER 2010