.jpg)
SAMARINDA. Baru 23 perusahaan dari 373 perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang memiliki sertifikasi ISPO (Indonesian
Sustainable Palm Oil) sebagai bukti perusahaan yang memegang prinsip
pembangunan kelapa sawit berkelanjutan dan ramah lingkungan. Jumlah
tersebut diungkapkan Kepala Dinas Perkebunan Kaltim H Ujang Rachmad pada
Lokakarya Skema Remediasi dan Konpensasi RSPO serta Fasilitasi
Pendukung Konpensasi untuk Program Konservasi di Kaltim, Kamis (9/11).
Menurut dia, minimnya jumlah perusahaan
kelapa sawit yang bersertifikasi ISPO karena belum mengetahui secara
pasti manfaat sertifikasi tersebut. Padahal lanjutnya, ISPO merupakan
regulasi yang wajib diterapkan kepada perusahaan kelapa sawit dalam
upaya memilihara lingkungan, meningkatkan kegiatan ekonomi dan sosial.
"Banyak perusahaan kelapa sawit yang
belum memahami pentingnya sertifikasi ISPO. Baru ada 23 perusahaan yang
bersertifikasi sedangkan sisanya belum," katanya. Ujang mengaskan saat
ini pemerintah sangat konsen terhadap pengembangan komoditas kelapa
sawit sebagai komoditi strategis sebab penghasil terbesar devisa negara
non migas.
Karenanya, pemberlakuan ISPO bagi
perusahaan kelapa sawit agar perusahaan itu tetap berpedoman pada
prinsip-prinsip perkebunan berkelanjutan. Pemerintah melalui
Kementerian Pertanian menerbitkan regulasi Peraturan Menteri Pertanian
(Permentan) 11 Tahun 2015 terkait ISPO (pembangunan perkebunan kelapa
sawit berkelanjutan/Indonesia sustainable palm oil).
Standarisasi ISPO yang dituangkan
melalui Permentan mengakomodir regulasi pemerintah mulai legalitas
lahan, penanganan limbah sampai tingkat kesejahteraan karyawan. “ISPO
mencakup semua yang diinginkan dunia internasional terkait mendorong
usaha perkebunan untuk mematuhi peraturan pemerintah dan meningkatkan
kesadaran pengusaha kelapa sawit untuk memperbaiki lingkungan dalam
melaksanakan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan guna meningkatkan
daya saing,” jelas Ujang Rachmad. (yans/sul/ri/adv)
SUMBER : SEKRETARIAT