Petani Kutim Hasilkan Bibit Kakao Unggul
19 April 2017
Admin Website
Berita Daerah
6964
SANGATTA. Gerakkan Desa Membangun yang digagas Bupati Ismunandar dan
Wakil Bupati Kasmidi Bulang disambut dengan baik Organisasi Pemerintah
Daerah (OPD) di lingkungan pemerintah kabupaten. Hal ini dikembalikan
lagi dengan tugas, pokok, dan fungsi tiap-tiap OPD, salah-satunya ialah
Dinas Perkebunan Kutim yang menggarap budidaya kakao sebagai komoditi
perkebunan alternatif selain komoditi andalan daerah ini yakni kelapa
sawit.
Pengembangan komoditi perkebunan alternatif mendapatkan dukungan penuh oleh pemerintah kabupaten, agar kemudian daerah ini mampu menjadikan komoditas perkebunan sebagai pemacu pendapatan petani di daerah pedalaman dan pesisir Kutim. Selama ini Kutim dikenal sebagai penghasil minyak kelapa sawit dengan pabrik-pabrik CPO yang menunjang hasil industri hulu tersebut. Dalam perkembangan terakhir, pihak Disbun akan menggarap perluasan kebun untuk komoditi perkebunan seperti kakao dan karet.
Seperti dijelaskan Plt Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur M. Alfian menyebutkan jika saat ini kebun kakao rakyat dikembangkan di Kecamatan Karangan tepatnya di Desa Karangan Hilir. Luasan kebun yang dikelola oleh kelompok-kelompok tani tersebut mencapai luasan 124 hektare dengan hitungan ekonomis lahan produktif untuk panen MCC (Masamba Clone Cacao) 02 sebesar 104 hektare. Terlebih Bupati Ismunandar amat serius untuk mengangkat harkat derajat hidup petani agar mampu menjadi salah-satu komponen pembangunan daerah.
"Saya telah meninjau langsung perkebunan kakao rakyat yang ada di wilayah desa Karangan Hilir, sungguh luar biasa potensi kakao di daerah ini. Kakao sebagai bahan baku dasar dalam pembuatan coklat, mampu disuplai petani hingga 100 ton per tahun untuk kebutuhan dalam negeri," Ungkap pria yang merangkap sebagai Sekretaris Disbun Kutim ini.
Dari sisi ekonomis, perkebunan kakao rakyat dapat menembus harga hingga Rp 30.000 per kilo gram dan harga tersebut adalah harga paling tinggi di akhir 2016 saat petani setempat melakukan panen. Untuk musim sela seperti Maret hingga pertengahan April 2017 ini, fluktuasi harga biji kakao memang menurun dengan kisaran harga antara Rp. 18.000 - 20.000 per kilo gramnya. Namun harga ini tidaklah menyebabkan petani rakyat merugi, mengingat harga tersebut sudah mampu menutupi biasa produksi maupun perawatan tanamanan.
Alfian menambahkan jika para penyuluh dari Disbun Kutim telah mampu bersinergi dengan petani di Karangan Hilir untuk menerapkan teknik sambung samping tanaman kakao. Sehingga menekan pengeluaran petani untuk biaya pembelian bibit kakao jenis MCC 02 yang biasanya diambil dari Sulawesi Selatan. Untuk satu bibit sambung, petani di Karangan Hilir hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 15.000, dengan kata lain kesempatan Kutim sebagai daerah penghasil bibit sambung samping dan sambung pucuk unggul, di Kalimantan Timur amatlah besar.
"Petani kita tidak sembarangan membuat bibit sambung samping dan sambung pucuk kakao. Karena pada beberapa tahun terakhir Disbun Kutim, telah bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) Kabupaten Jember jawa Timur, dalam memurnikan kebun entris kakao sehingga menghasilkan bibit-bibit kakao unggul yang membantu petani rakyat dalam mempertahankan produktivitas serta kualitas biji kakao," ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Camat Sangkulirang itu.
Perlu diketahui tantangan utama dalam mengembangkan perkebunan kakao ialah tingginya harga pupuk, tenaga kerja, dan pembelian pestisida. M. Alfian sendiri tidak menampik adanya keluhan-keluhan yang muncul di lapangan terkait mahalnya harga pupuk dan pestisida, namun ia meyakini seiring dengan terus berlangsungnya pembangunan KIPI Maloy oleh pemerintah provinsi Kaltim, maka kendala biaya transportasi yang cukup jauh dan mahal dapat segera teratasi, selain itu mampu mempersingkat waktu petani dalam menjual hasil panen ke pihak pembeli. (aj)
SUMBER : BONTANG POST, KAMIS, 13 APRIL 2017
Pengembangan komoditi perkebunan alternatif mendapatkan dukungan penuh oleh pemerintah kabupaten, agar kemudian daerah ini mampu menjadikan komoditas perkebunan sebagai pemacu pendapatan petani di daerah pedalaman dan pesisir Kutim. Selama ini Kutim dikenal sebagai penghasil minyak kelapa sawit dengan pabrik-pabrik CPO yang menunjang hasil industri hulu tersebut. Dalam perkembangan terakhir, pihak Disbun akan menggarap perluasan kebun untuk komoditi perkebunan seperti kakao dan karet.
Seperti dijelaskan Plt Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur M. Alfian menyebutkan jika saat ini kebun kakao rakyat dikembangkan di Kecamatan Karangan tepatnya di Desa Karangan Hilir. Luasan kebun yang dikelola oleh kelompok-kelompok tani tersebut mencapai luasan 124 hektare dengan hitungan ekonomis lahan produktif untuk panen MCC (Masamba Clone Cacao) 02 sebesar 104 hektare. Terlebih Bupati Ismunandar amat serius untuk mengangkat harkat derajat hidup petani agar mampu menjadi salah-satu komponen pembangunan daerah.
"Saya telah meninjau langsung perkebunan kakao rakyat yang ada di wilayah desa Karangan Hilir, sungguh luar biasa potensi kakao di daerah ini. Kakao sebagai bahan baku dasar dalam pembuatan coklat, mampu disuplai petani hingga 100 ton per tahun untuk kebutuhan dalam negeri," Ungkap pria yang merangkap sebagai Sekretaris Disbun Kutim ini.
Dari sisi ekonomis, perkebunan kakao rakyat dapat menembus harga hingga Rp 30.000 per kilo gram dan harga tersebut adalah harga paling tinggi di akhir 2016 saat petani setempat melakukan panen. Untuk musim sela seperti Maret hingga pertengahan April 2017 ini, fluktuasi harga biji kakao memang menurun dengan kisaran harga antara Rp. 18.000 - 20.000 per kilo gramnya. Namun harga ini tidaklah menyebabkan petani rakyat merugi, mengingat harga tersebut sudah mampu menutupi biasa produksi maupun perawatan tanamanan.
Alfian menambahkan jika para penyuluh dari Disbun Kutim telah mampu bersinergi dengan petani di Karangan Hilir untuk menerapkan teknik sambung samping tanaman kakao. Sehingga menekan pengeluaran petani untuk biaya pembelian bibit kakao jenis MCC 02 yang biasanya diambil dari Sulawesi Selatan. Untuk satu bibit sambung, petani di Karangan Hilir hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 15.000, dengan kata lain kesempatan Kutim sebagai daerah penghasil bibit sambung samping dan sambung pucuk unggul, di Kalimantan Timur amatlah besar.
"Petani kita tidak sembarangan membuat bibit sambung samping dan sambung pucuk kakao. Karena pada beberapa tahun terakhir Disbun Kutim, telah bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) Kabupaten Jember jawa Timur, dalam memurnikan kebun entris kakao sehingga menghasilkan bibit-bibit kakao unggul yang membantu petani rakyat dalam mempertahankan produktivitas serta kualitas biji kakao," ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Camat Sangkulirang itu.
Perlu diketahui tantangan utama dalam mengembangkan perkebunan kakao ialah tingginya harga pupuk, tenaga kerja, dan pembelian pestisida. M. Alfian sendiri tidak menampik adanya keluhan-keluhan yang muncul di lapangan terkait mahalnya harga pupuk dan pestisida, namun ia meyakini seiring dengan terus berlangsungnya pembangunan KIPI Maloy oleh pemerintah provinsi Kaltim, maka kendala biaya transportasi yang cukup jauh dan mahal dapat segera teratasi, selain itu mampu mempersingkat waktu petani dalam menjual hasil panen ke pihak pembeli. (aj)
SUMBER : BONTANG POST, KAMIS, 13 APRIL 2017