AC-FTA Dongkrak Ekspor CPO RI ke China
27 Januari 2010
Admin Website
Artikel
6101
#img1# Menurut Sekretaris Jendral Gapki Joko Supriyono, pemberlakuan AC-FTA akan mempermudah dan menambah volume ekspor CPO Indonesia ke China.
"Makanya kami memperkirakan terjadi kenaikan permintaan minyak sawit dari China," kata Joko dalam siaran persnya, Selasa (26/1/2010).
Sepanjang empat tahun terakhir, kata Joko, kebutuhan impor CPO China selalu di atas angka 5 juta ton. Negara Tirai Bambu ini memerlukan minyak sawit untuk dijadikan bahan baku pembuatan minyak goreng dan mie instan yang menjadi makanan pokok masyarakatnya.
Berdasarkan data Gapki tahun 2009, pasar CPO di China telah mencapai 6 juta ton dan palm kernel oil sebanyak 500 ribu ton. Sebelumnya pada 2008, China mengimpor CPO sebanyak 5,28 juta ton.
Pada 2008, Gapki mencatat ekspor CPO Indonesia ke China mencapai 1,9 juta ton. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pesat seiring dengan pemberlakukan FTA mulai 2010.
Pada 2010 China diperkirakan mengimpor CPO di atas angka 6 juta ton, dari jumlah itu ditargetkan Indonesia dapat mengekspor 2 juta ton CPO. Tetapi, kata Joko, permintaan CPO ini kemungkinan dapat bertambah karena pemerintah China sedang mengembangkan pemakaian biodiesel.
"Saat ini, tinggal usaha kita memanfaatkan peluang tersebut dengan meningkatkan daya saing kita dan mengembangkan pasar tradisional seperti China," katanya.
Sebelum pemberlakuan tarif AC-FTA, China memberlakukan tarif impor minyak sawit mentah (CPO) sebesar 9%, tarif impor palm oil (excl. crude ) dan liquid fractions 9%, tarif impor palm stearin 8%, tarif other palm oil and its fractions sebesar 9%, tarif impor crude palm kernel oil dan fractions thereof sebesar 9%, tarif impor palm kernel oil (excl. crude ) dan fractions thereof sebesar 9%.
Di produk hilir minyak sawit, China menerapkan tarif impor industrial tall oil fatty acids sebesar 16% , tarif industrial fatty alcohols sebesar 13%, dan tarif impor palmitic acid 5,5%.
Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan menjelaskan pemberlakuan AC-FTA jelas menguntungkan perdagangan ekspor CPO Indonesia ke China yang merupakan pasar CPO terbesar di dunia. Selama ini, Indonesia lebih banyak mengekspor minyak sawit dalam bentuk mentah, karena China menerapkan tarif lebih tinggi kepada produk turunan CPO Indonesia.
Pada 2009, pasar minyak nabati China mencapai 30 juta ton di mana minyak kedelai memiliki porsi 40%, minyak sawit 24%, minyak kanola 17%, dan minyak kacang 7,5%.
Menurut Fadhil, pemberlakuan tarif FTA sebesar 0% membuat produk CPO Indonesia dan turunannya lebih kompetitif dengan Malaysia. Selain itu, produk minyak sawit Indonesia dapat menyaingi komoditi minyak nabati lain seperti minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari.
"Keuntungan lain, harga CPO lebih kompetitif dengan minyak nabati lainnya," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai perdagangan ekspor CPO Indonesia ke China sebesar US$ 119,8 juta pada 2006, selanjutnya meningkat menjadi US$ 158,2 juta pada 2007. Pada 2008, nilainya bertambah menjadi US$ 240 juta.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, SELASA, 26 JANUARI 2010