(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

62 Persen Kakao Kaltim di Nunukan

12 Desember 2007 Admin Website Artikel 1746
Hal ini diungkapkan Joko S Gabriel dari Universitas Indonesia, bersama Aryana dan Ira Kristina dari Departemen Perdagangan dan Industri, saat melakukan persentase Draf Rencana Induk Pengembangan Industri Kabupaten Nunukan 2008-2012, di Kantor Bupati Nunukan, kemarin.

Kaltim merupakan provinsi kedua di Indonesia setelah Sulawesi Selatan, yang memproduksi kakao terbesar. ?Areal budidaya perkebunan di Kaltim cukup besar, sehingga produksi kakao masih dapat ditingkatkan dan tenaga kerja perkebunan cukup tersedia,? jelasnya di hadapan peserta rapat yang berasal dari beberapa instansi terkait.

Kepala TU Dispertanak Nunukan M Jafar menuturkan, selama ini hasil produksi kakao diekspor ke Malaysia dan Singapura dalam bentuk biji kakao, sehingga nilai tambah yang diperoleh relatif rendah.

?Padahal, kakao menjadi komoditi primadona di Sebatik sejak tahun 80-an hingga saat ini. Tapi para petani kakao hanya bisa menjual biji kakao secara konvensional ke Malaysia,? ujarnya.

Menanggapi hal ini, Joko mengatakan, masalah tersebut harus ditindaklanjuti oleh Pemkab beserta instansi terkait dan pihak swasta. ?Karena kakao tidak hanya bisa dijadikan makanan saja, tapi juga obat-obatan, kosmetik, minuman dan berguna bagi industri pakan ternak,? jelasnya.

Peringkat produk potensial sebagai produk inti daerah Kabupaten Nunukan di antaranya industri berbasis bahan baku dari kakao, kelapa sawit dan hasil tangkapan dari laut.

Namun, usulan pengembangan industri daerah Kabupaten Nunukan sebagai salah satu daerah yang masuk dalam Pengembangan Kawasan Strategi Nasional (PKSN), untuk horison perencanaan 2008-2012 adalah industri berbasis bahan baku dari kakao.

Dalam jangka panjang, beberapa hal yang perlu dikembangkan dan diperhatikan lebih lanjut adalah perlunya persiapan pengembangan menuju produk-produk lain yang sangat potensial. Di antaranya pengolahan kakao non bahan pangan dan juga limbah kakao.

Kemudian, untuk industri pengolahan kelapa sawit, perlu dimulai dari pengembangan industri CPO. Sedangkan untuk industri pengolahan hasil laut, dapat dimulai dari pengawetan, pengalengan, hingga pengolahan lebih lanjut.

DIKUTIP DARI KALTIM POST, RABU, 12 DESEMBER 2007

Artikel Terkait