2015, Terjadi 89 Kasus Gangguan Usaha Perkebunan di Kaltim
BALIKPAPAN.
Saat ini banyak pihak yang ingin menanamkan modalnya pada sektor perkebunan di
Kaltim. Namun timbulnya gangguan usaha dan konflik perkebunan, dirasakan sangat
mengganggu serta dapat menurunkan kinerja usaha perkebunan. Hingga periode Juli
2015, Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim mencatat telah terjadi 89 kasus gangguan
usaha perkebunan di wilayah ini.
Kepala Disbun Kaltim, Hj Etnawati saat pembukaan
Pertemuan Koordinasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan di
Balikpapan, mengatakan dari 89 kasus tersebut, 62 persen merupakan kasus lahan
seperti tumpang tindih perizinan, okupasi lahan, tanah adat dan sebagainya.
Sedangkan 38 persen merupakan kasus non lahan meliputi tuntutan plasma, ganti
rugi dan penolakan oleh masyarakat.
Menurut Etnawati, gangguan usaha perkebunan
merupakan suatu keadaan yang tidak mungkin dihindari, diantaranya tumpang
tindih dengan usaha pertambangan pada lahan hak guna usaha (HGU) yang masih
aktif, sengketa lahan perusahaan perkebunan dengan hutan tanaman industri
(HTI), okupasi (penguasaan) lahan perusahaan yang sudah HGU oleh masyarakat,
belum selesainya ganti rugi tanam tumbuh dan masih banyak lagi.
Selain itu, Etnawati mengungkapkan penanganan dan
penyelesaian kasus gangguan usaha perkebunan masih lamban dan belum
terkoordinasi dengan baik. Dalam kenyataan kasus gangguan usaha dan konflik
perkebunan tersebut tidak dapat diselesaikan oleh jajaran Disbun sendiri, namun
perlu adanya dukungan dari instasi terkait yang memiliki kewenangan dalam
penyelesaian dan penanganannya, misalnya Badan pertanahan Nasional, yang
diharapkan mampu membantu menyelesaikan kasus tumpang tindih lahan.
"Karenanya diharapkan semua pihak dapat
berpartisipasi aktif dalam penanganan gangguan usaha perkebunan dengan langkah
– langkah konkrit dalam menyelesaikannya, agar tidak berlarut - larut. Hal ini
dimaksudkan agar iklim usaha perkebunan tetap terjaga kondusif sehingga minat
investor tidak surut karena adanya
kepastian hukum dan jaminan keamanan dalam berinvestasi. Disisi lain masyarakat
juga mendapat manfaat positif melalui kebun kemitraan antara perusahaan dengan
masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud," beber Etnawati.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan, Henny
Herdiyanto menambahkan, gangguan usaha dan konflik perkebunan memiliki karakter
multidimensi dengan aspek ekonomi, politik, hukum, sosial budaya dan
lingkungan, sehingga dalam penanganannya dilakukan secara konprehensif dan
koordinatif.
Dalam pertemuan tersebut, disampaikan pula metode
spiritual management system (SMS), dimana dalam penanganan gangguan usaha dan
konflik perkebunan masing – masing pihak dapat mengadopsi dan menerapkan metode
kerja secara ikhlas, cerdas, keras dan tuntas.
Pertemuan dihadiri oleh peserta dari Dinas
Perkebunan di kabupaten/kota, GAPKI, APKASINDO, instansi dinas terkait lingkup
Pemprov Kaltim, perusahaan perkebunan. Turut hadir sebagai narasumber dari
Direktorat Jenderal Perkebunan (Bapak A. Sinaga), Polda Kaltim (Bapak R.
Situmorang) dan motivator (Bapak Sirodjuddin, HB).
Dari pertemuan tersebut telah dihasilkan rumusan,
diantaranya adalah : 1). laporan gangguan usaha dan konflik perkebunan yang
berasal dari kabupaten/kota, hendaknya dapat dilampirkan kronologis kasus; (2).
Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan yang dilakukan oleh Dinas
Perkebunan diutamakan pada fasilitasi berupa negosiasi dan mediasi; (3),Kriteria
kasus gangguan usaha perkebunan dianggap selesai apabila sudah ada keputusan
dari pengadilan, dimana adanya kesepakatan bersama antara kedua belah pihak
yang bersengketa dengan diketahui oleh semua pihak; (4). Perlu adanya Pedoman
dari Kementerian Pertanian terkait dengan metode penanganan gangguan usaha
perkebunanh di daerah; (5). Tersedianya rencana aksi penanganan gangguan usaha
perkebunan kabupaten/kota dalam upaya penyelesaian, terutama 2 kasus gangguan
usaha perkebunan di kabupaten Kutai Timur dan Paser. (rey/disbun)
SUMBER : BIDANG PERLINDUNGAN