2014, Disbun Nilai Semua Kebun Sawit di Kaltim
SAMARINDA. Dinas Perkebunan Kaltim mematok target paling lambat akhir 2014 sudah harus melakukan penilaian kepada semua perkebunan kelapa sawit yang ada, guna memperoleh International Standard Palm Oil (ISPO). ISPO ini guna menjamin legalitas ekpor produksi perkebunan sawit.
"Akhir 2014 seluruh perkebunan harus sudah dilakukan penilaian. Suka tidak suka, mau tidak mau harus dilakukan. Jika tidak, hasil produksi sawit tidak bisa diekspor karena diadang UU perdagangan internasional yang mengharuskan pengembang perkebunan memiliki ISPO," ujar Kepala Disbun Kaltim, Hj Etnawati Usman, saat dialog interktif melalui TVRI Kaltim, Samarinda, Rabu (24/4).
Dialog interaktif ini merupakan program rutin kerjasama Diskominfo Kaltim – TVRI Kaltim guna menyebarluaskan informasi terkait kebijakan Pemprov Kaltim ke masyarakat. Bu Etna sendiri – sapaan akrabnya -- menjadi narasumber dengan ditemani Kabid Produksi, Sukardi, dengan topik bahasan pembangunan perkebunan berkelanjutan menuju Kaltim Bangkit 2013.
Menurut Bu Etna, ketentuan kepemilikan ISPO sebagai persyaratan ekspor hasil produksi sawit untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan menjamin pengembangan perkebunan secara bijak dan ramah lingkungan. Sebab, pengembangan kebun sawit di Kaltim, termasuk di daerah lain dianggap tidak ramah lingkungan.
Secara teknis, pelaksanaan penilaiannya diawali terhadap sekolah kebun. Indikator penilaiaannya, aspek legal pengembangan perkebunan sawit tersebut dari segi pengelolaannya hingga pelaporan. Hasilnya ada skoring untuk menilai 1 – 3 terbaik. “Ini yang nantinya diberikan ISPO,” ujarnya seraya menimpali untuk mendukung itu perlu didukung dengan mempersiapkan sarana dan prasaran produksi dari produk hilir sampai hulunya.
Tahap awal penilaian tersebut masih akan dilakukan bagi perkebunan inti yang dikembangkan perusahan-perusahaan besar. Lantas secara bertahap penilaian kebun plasma dan mandiri yang dikembangkan masyarakat. "Intinya kita ingin komoditi unggulan sektor perkebunan ini berkelanjuntan dan tidak ada masalah saat ingin mengekspor produksinya. Sebab, CPO kita lebih banyak diekspor ke negara-negara Eropa ketimbang dalam daerah," katanya.
Kelapa sawit, menurut dia, merupakan komoditi andalan selain unggulan lainnya seperti karet, lada, kakao dan kelapa dalam. Komoditi ini paling banyak dirasakan masyarakat, karena sebagai bahan olahan kebutuhan masyarakat, juga menjadi alternatif pengganti BBM. Itu sebabnya Pemprov kaltim mencanangkan pengembangan saju juta hectare kelapa sawit.
Namun yang tidak dipahami masyarakat bahwa komoditi kakao ternyata mempunyai nilai ekonomis tinggi. Hasil prodoksinya lebih menjanjikan dari segi ekonomis ketimbang sawit. Jika dirupiahkan hasil satu hektare kakao setara dengan hasil 4 hektare sawit. Apalagi jika dipermentasi. "Sayangnya, masyakat kita tidak sadar itu, sehingga sebagian besar mengalihkan tanamannya dengan komoditi lain," katanya lagi.
Sementara Sukardi mengatakan, jika dilihat hasil produksi memang komoditi kelapa sawit mendominasi. Peningkatan produksi sawit 14-15 persen per tahun, disusul karet yang peningkatannya juga cukup signifikan.
"Yang lainnya karena keterbatasan lahan, sehingga dilakukan penanaman secara terpadu di satu lahan sehingga berpengaruh terhadap produksi. Bahkan untuk kakao sebagian di antaranya sudah beralih ditanami komoditi lain," katanya seraya menyebut, perlu ada penyuluhan dan motivasi tanaman budidaya kakao bagi masyarakat agar tidak cepat beralih ke komoditi lain. (arf)
SUMBER : DISKOMINFO PROV. KALTIM