RSPO Dinilai Jadi Alat Kolonialisme Industri Sawit
Jakarta -
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau Forum Meja Bundar Kelapa
Sawit dinilai lebih menunjukkan perannya sebagai alat kolonialisme
ekonomi para pembeli kelapa sawit dari negara-negara industri maju.
Karena itu pemerintah dan produsen kelapa sawit Indonesia harus bersatu
untuk membelah kekuatan konsumen kelapa sawit yang tergabung dalam RSPO.
Demikian disampaikan oleh Pengamat Ekonomi Dradjad Wibowo dalam pernyataan kepada detikFinance, Senin (27/9/2010).
"RSPO
sebenarnya bisa menjadi forum yang bermanfaat bagi perkembangan sawit
indonesia. Tapi kalau tidak dikelola dengan benar, RSPO memang bisa
menjadi kolonialisme negara maju. RSPO bisa bias mendorong terciptanya
buyers market yang banyak didikte oleh konsumen, yang notabene adalah
korporasi dari negara-negara maju," tutur Dradjad.
Dradjad
mengatakan produsen kelapa sawit Indonesia harus terus bersatu dan tidak
mudah dipecah belah, sehingga industri kelapa sawit Indonesia tidak
mudah diinjak-injak.
"Karena itu di dalam forum seperti RSPO,
perusahaan Indonesia harus agresif menggalang kekuatan lobi kelompok
produsen. Pengalaman saya di ITTO (international tropical timber
organization), kita menggalang kekuatan bersama-sama Malaysia dan
Brazil. Hasilnya, kita bisa memecah kekuatan konsumen sehingga mampu
menggolkan agenda-agenda produsen," papar Dradjad.
Dalam
pernyataannya, Dradjad mengatakan RSPO saat ini terlalu didikte oleh
LSM, sehingga pelaku industri sawit dalam negeri harus solid agar tidak
mudah ditekan.
"Jadi produsen Indonesia jangan mudah dipecah
belah. Malah upayakan mencuri suara konsumen. Sehingga RSPO bisa diubah
menjadi producers' market atau netral. Ketika satu produsen terkena,
solidaritas dari produsen lain tidak muncul. Jika begini terus, RSPO
akan dikendalikan konsumen. Lebih buruk lagi, mudah didikte oleh
sekelompok kecil pihak luar." katanya.
Dradjad menyatakan
pemerintah perlu membantu para pengusaha sawit yang menjadi anggota
RSPO. Caranya, adalah melalui jalur demokrasi. Lalu memberikan
klarifikasi legal sehingga menaikkan posisi tawar produsen dalam negeri.
"Contohnya
kebijakan tentang kosmetika dan produk pembersih seperti sabun.
Pemerintah bisa mengatur sertifikasi asal usul (certificate of origin)
yang menguntungkan produsen Indonesia. Sehingga, posisi tawar mereka
naik terhadap industri kosmetika dan produk pembersih yang menjadi
konsumen," jelasinya.
Seperti diketahui, RSPO menyatakan Sinar
Mas (SMART) telah melanggar sejumlah aturan dan mengeluarkan peringatan
agar perusahaan CPO tersebut segera melakukan perbaikan atau dikeluarkan
dari RSPO.
Menanggapi hal ini, pemerintah akan membuat pembelaan
resmi terkait keputusan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau
Meja Bundar Minyak Sawit yang menyatakan Sinar Mas telah melanggar
sejumlah aturan dan mengeluarkan peringatan agar perusahaan CPO tersebut
segera melakukan perbaikan atau dikeluarkan dari RSPO.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, SENIN, 27 SEPTEMBER 2010