(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

RI Jangan Diam Saja Hadapi Pencekalan Sawit Oleh AS

05 Februari 2012 Admin Website Artikel 5077

JAKARTA.  Penolakan ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia oleh Amerika Serikat (AS) karena isu tidak ramah lingkungan hanyalah strategi dagang AS. Oleh karena itu, Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) Universitas Gadjah Mada (UGM) mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil sikap atas notifikasi AS yang menolak ekspor produk minyak sawit mentah.

"Soal isu lingkungan ini perlu ditanggapi segera untuk mengantisipasi dampak besar pada perekonomian dalam negeri Indonesia," ungkap Kepala PSPD Prof. Ir. Masyhuri, Ph.D di kantor kompleks Bulaksumur, Yogyakarta, Jumat (3/2/2012).

Menurut dia, isu lingkungan yang dihembuskan Environmental Protection Agency (EPA) atau otoritas urusan lingkungan AS itu adalah bagian dari strategi perang dagang. Pasalnya, isu yang sama pernah pernah dihembuskan 20-30 tahun lalu, yakni AS mengklaim minyak kelapa sawit mengandung minyak jenuh yang menyebabkan masalah kesehatan.

Namun larangan yang sempat menjalar ke AS itu akhirnya bisa dimentahkan lewat penelitian yang membuktikan bila minyak kelapa sawit menghasilkan zat anti kanker.

"Kesemua isu tersebut untuk melemahkan produk pertanian khususnya kelapa sawit dari negara berkembang," katanya.

Menurut dia, untuk mematahkan isu lingkungan itu pihaknya merekomendasikan empat hal. Pertama, asosiasi produsen kelapa sawit segera mengadakan penelitian yang valid bila produksi kelapa sawit dapat mengurangi efek rumah kaca lebih dari 20 persen.

"Karena AS menuduh produk minyak sawit mentah Indonesia hanya bisa menurunkan efek rumah kaca 11-17 persen," kata.

Kedua lanjut Masyhuri, mengalihkan ekspor produk kelapa sawit Indonesia ke negara tujuan lain yang nilainya lebih besar. Karena total ekspor produk Indonesia ke AS hanya 68,2 juta dolar atau 0,5 persen dari total ekspor kelapa sawit yang mencapai 23,5 juta ton.

"Beberapa negara yang bisa jadi tujuan ekspor antara lain India, China, Malaysia, Bangladesh, Singapura, Mesir, Belanda, Brasil, dan Kenya," katanya.

Ketiga, pemerintah juga mendesak WTO agar semua Negara anggota mematuhi prinsip perdagangan dunia yang tidak boleh ada ristriksi perdagangan teknis. keempat pemerintah harus serius mengembangkan produk industri hilir yang selama ini dianggap kurang optimal.

"Saat ini adalah momentum yang tepat bagi kita untuk mengembangkan produk industri hilir," pungkas Masyhuri.

DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, JUMAT, 3 PEBRUARI 2012

 

Artikel Terkait