Program Integrasi Sapi dan Sawit Upaya Penuhi Kebutuhan Pangan Asal Hewani
SAMARINDA. Salah satu upaya pemerintah
daerah untuk meningkatkan populasi ternak sapi sekaligus upaya memenuhi
kebutuhan pangan asal hewani di Kaltim melalui Program Integrasi Sapi Sawit atau
peternakan sapi di perkebunan kelapa sawit.
Menurut Kepala Dinas Peternakan
Provinsi Kalimantan Timur Kaltim H Dadang Sudarya, dalam program pembangunan
peternakan di Kaltim termasuk Kaltara untuk periode 2014-2018 target populasi
ternak sapi mencapai dua juta ekor.
Untuk pencapaian populasi dua
juta ekor sapi ini tidak seluruhnya dibebankan pada APBD. "Tetapi terbagi atas
APBD 1(provinsi) sebanyak 50.000 ekor sapi, APBD Kabupaten dan Kota 150.000
ekor dan Bank Pembangunan Daerah 250.000 ekor," ujar Dadang Sudarya, Rabu
(16/7).
Selain itu masih ada dukungan
APBN sekitar 25.000 serta BRI sebanyak 150.000 ekor dan dukungan melalui
program CSR (Coorporate Social
Responsibility) pertambangan mencapai 250.000 ekor serta gabungan Asosiasi
Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Kaltim sebesar 1.125.000 ekor sapi.
Diakui Dadang bahwa paling besar
diminta kontribusi untuk pemenuhan populasi ternak sapi memang dibebankan
kepada perusahaan kelapa sawit atau penguasaha yang tergabung dalam GAPKI Kaltim
sesuai potensi lahan dan kawasan yang dimiliki.
Hingga akhir tahun 2013 luasan
lahan perkebunan sawit yang terbangun sudah melebihi satu juta hektar yakni
1.125 juta hektar. Sehingga apabila dilakukan integrasi sapi sawit semisal
dalam satu hektar sawit terdapat tiga ekor maka hingga 2018 minimal mencapai 3
juta ekor sapi.
Dadang menjelaskan hasil
penelitian atau Kajian Pusat Penelitian Dan Pengembangan (PUSLITBANG) Peternakan
Kementerian Pertanian untuk program integrasi sapi sawit sangat potensial karena
dibawah kawasan perkebunan memiliki banyak sumber pakan ternak yang baik abgi
sapi. Termasuk kajian yang dilakukan Balai Penelitian Kelapa Swait terhadap
pegembangan program integrasi tersebut.
Menurut hasil kajian terdapat tiga
model integrasi sapi sawit yang dapat dikembangkan di Kaltim termasuk Kaltara. Diantaranya
model ekstensif atau tenrnak sapi yang dilepaskan di kawasan perkebunan kelapa
sawit. "Namun syaratnya tanaman kelapa sawit minimal sudah berusia tujuh tahun,
apabila masih dua atau tiga tahun belum biasa dilakukan pola ekstensif, " jelas Dadang.
Selain itu sapi yang dilepas
tersebut tidak hanya satu tempat tetapi berpindah-pindah lokasi pengembalaan
masih dalam kawasan perkebunan sawit. Semisal
terdapat 100 ekor sapi dibuatkan satu kandang dengan luasan mencapai 20 hektar.
Selanjutnya,dalam tempo lima belas hari
sapi-sapi dalam kandang tersebut dirotasi atau dipindahkan ke lokasi kandang
lain dengan luasan yang sama sebanyak enam kandang (masing-masing 20 hektar
lahan untuk enam kandang berarti tersedia minimal 120 hektar).
"Sehingga dengan pola ekstensif
dan sapi-sapi dirotasi dari kandang ke kandang lainnya yang dibuatkan minimal
enam kandang maka tidak akan mengganggu pertumbuhan tanman sawit terlebih
kotoran sapi dapat dijadikan pupuk organik," ungkap Dadang.
SUMBER : http://kaltimprov.go.id/berita-4022-upaya-penuhi-kebutuhan-pangan-asal-hewani.html