(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Produksi Sawit RI Tertinggi, Tapi 22% Lahan Dikuasai Malaysia

27 Januari 2011 Admin Website Artikel 4579
Jakarta - Industri sawit Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia dari sisi produksi dan ekspor. Namun ternyata 22% lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikuasai oleh Malaysia.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga dalam diskusi kelapa sawit di Hotel Le Meredien, Jakarta, Kamis (27/1/2011).

"Sebanyak 22% lahan perkebunan kelapa sawit ini dimiliki oleh Malaysia. Jadi Indonesia jangan sombong menjadi negara penghasil kelapa sawit terbesar pada 2010," ungkap Sahat.

Berdasarkan data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), luas kebun kelapa sawit Indonesia di 2010 secara keseluruhan adalah seluas 7,796 juta hektare yang dibagi menjadi 3 berdasarkan kepemilikannya, yaitu perkebunan negara, swasta, dan rakyat.

Perkebunan negara seluas 676 hektare atau 8,47%, perkebunan swasta seluas 3,5 juta hektare atau 43,88%, dan perkebunan rakyat 3,8 juta hektare atau 47,65%.

Jika perkebunan swasta seluas 3,5 juta hektare, maka 22% dari lahan seluas tersebut adalah 770 ribu hektare. Jika asumsi produktifitas lahan swasta sama dengan produktifitas lahan negara, yaitu sebesar 20-25 ton/hektare/tahun, maka yang diperoleh oleh Malaysia adalah sekitar 15,4 ribu ton-19,25 ribu ton/tahun.

Sulit Capai Produksi 40 Juta Ton

Sekjen Apkasindo Asmar Arsjad mengatakan, target produksi kelapa sawit Indonesia sebesar 40 juta ton di 2020 sulit terealisasi karena banyaknya tanaman sawit tua yang produktivitasnya menurun.

"Saya agak pesimistis target 40 juta ton pada 2020 ini bisa dicapai. Hal ini karena banyak sawit perkebunan rakyat yang sudah tua tanamannya, sehingga produktivitasnya juga turun," ungkapnya.

Arsjad juga menambahkan untuk bibit sawit diperlukan subsidi dari pemerintah. Namun, pada kenyataannya, tidak ada subsidi dari pemerintah.

"Siapa yang mau beli bibit? Satunya saja Rp 8 ribu, sementara subsidi dari pemerintah tidak ada," pungkasnya.
 
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, KAMIS, 27 JANUARI 2011

Artikel Terkait