JAKARTA. Kementerian Pertanian mengakui sektor perkebunan mulai terkena
dampak perubahan iklim. Namun, hingga semester I/2012, ekspor komoditas
perkebunan masih cenderung naik.
"Saat ini, sektor perkebunan
sudah mulai merasakan dampak perubahan iklim yang terjadi. Berubahnya
kondisi rata-rata parameter iklim seperti suhu, curah hujan, dan tekanan
dapat memengaruhi hasil perkebunan. Tanaman yang mengalami tekanan atau
stres karena perubahan iklim, lebih rentan terhadap serangan organisme
penganggu tanaman (OPT)," kata Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian,
Gamal Nasir, di Jakarta, Kamis malam (9/8).
Menurut Gamal,
organisme yang bukan OPT lama-kelamaan juga dapat berubah menjadi hama
pengganggu karena perubahan iklim. Selain itu, perubahan iklim juga
mengganggu keseimbangan antara populasi serangga hama, musuh alamiahnya,
serta tanaman inang.
Namun, meskipun perubahan iklim mulai
berdampak ke sektor perkebunan, Gamal menyebut realisasi pertanaman
beberapa komoditas belum terganggu. Ia menyebut, realisasi luas areal
perkebunan untuk kelapa sawit selama semester I/2012 mencapai 9,27 juta
hektare atau melebihi target yang ditetapkan seluas 8,55 juta hektare.
Untuk
komoditas karet, realisasi pertanamannya sebesar 3,46 juta hektare atau
sesuai target yang ditetapkan, sementara luasan areal kakao selama
semester I/2012 sebesar 1,71 juta hektare atau hampir mencapai target
seluas 1,84 juta hektare.
Capaian produksi untuk CPO selama
semester I/2012 mencapai 23,63 juta ton atau mendekati target 2012
sebesar 25,71 juta ton. "Volume ekspor komoditas perkebunan sebesar
12,28 juta ton selama semester I/2012, dengan sawit menjadi kontributor
ekspor terbesar. Secara keseluruhan, ekspor komoditas perkebunan juga
sesuai target dengan nilai sebesar 16,98 miliar dollar AS AS atau 50
persen dari capaian sepanjang 2011 yang sebesar 32,16 miliar dollar AS
AS," ungkap dia.
Lebih lanjut, Gamal mengatakan pada semester
I/2012, ekspor kelapa sawit atau CPO sebesar 9,77 juta ton dengan nilai
9,95 miliar dollar AS, karet senilai 5,16 miliar dollar AS dari volume
sebesar 1,44 juta ton karet kering, sedangkan kakao menyumbang devisa
senilai 655 juta dollar AS dengan volume ekspor sebanyak 237.200 ton
biji kering.
Sepanjang tahun 2011, ketiga komoditas perkebunan
tersebut masing-masing memberikan kontribusi terhadap devisa negara
sebanyak 17,26 miliar dollar AS untuk CPO dengan volume sebesar 16,43
juta ton, karet memberikan sumbangan devisa senilai 11,13 miliar dollar
AS dengan volume mencapai 2,38 juta ton karet kering, dan ekspor kakao
mencapai 353.500 ton biji kering senilai 1,17 miliar dollar AS.
"Selain
CPO, karet, dan kakao, komoditas perkebunan lain yang menyumbangkan
devisa terhadap perekonomian nasional, yakni kelapa, kopi, jambu mete,
cengkeh, teh, tembakau, serta lada," ujar dia
Pengusaha Resah
Sementara
itu, pengusaha karet memproyeksi tahun ini produksi dan ekspor karet
bakal menurun. Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo),
Asril Sutan Amir, mengatakan produksi karet bakal turun. "Produksi akan
menurun karena cuaca kering dan harga karet yang jatuh akhir-akhir ini.
Ekspor karet juga akan turun jika dibandingkan dengan ekspor karet tahun
lalu. Penurunanya sekitar 6,25 persen atau setara 0,16 juta ton. Jadi,
kalau tahun lalu 2,56 juta ton, akan turun ke kisaran 2,4 juta ton,"
papar dia.
Menurut Amir, produksi karet yang seret menjadi
pemicu penurunan ekspor. Ia menyebut tahun ini produksi karet diprediksi
hanya berada di kisaran 2,7 juta ton atau turun 2,95 persen
dibandingkan tahun lalu sebesar 2,95 juta ton. Lebih lanjut. Amir
mengatakan sebenarnya tahun ini asosiasi menargetkan mampu mencapai
produksi sebesar tiga juta ton, tetapi karena gangguan cuaca di bulan
Januari dan Februari maka sulit dilakukan penyadapan karet.
Terkait
dengan itu, Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) optimistis produksi
kakao masih bisa bertahan di level 500 ribu ton dengan catatan tidak ada
gangguan dari sisi iklim. "Produksi kakao Indonesia akan mencapai
500.000 ton dengan catatan tidak ada gangguan cuaca. Jumlah itu masih
sangat minim apabila dibandingkan dengan luas lahan yang mencapai 1,5
juta hektare," kata Ketua Umum Askindo, Zulhefi Sikumbang, belum lama
ini.
DIKUTIP DARI KORAN JAKARTA, SABTU, 11 AGUSTUS 2012