Potensi Karet dan Sawit Belum Dikelola Maksimal
24 November 2010
Admin Website
Artikel
4578
TENGGARONG - Komoditas kelapa sawit dan tanaman karet telah dikaji
Badan Penilitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kukar.
Balitbangda menilai kedua komoditas tersebut belum dikelola maksimal.
Kendalanya, ada pemahaman yang keliru bagi kebanyakan petani, yaitu
dalam penggunaan pupuk secara rasional dan berimbang sesuai kondisi
lahan sebagai media tanam.
Pemupukan harus dikelola dengan baik sehingga dapat menjamin tercapainya tujuan pemupukan. mengingat biaya pemupukan merupakan salah satu komponen biaya produksi yang besar. Yaitu sekitar 40 hingga 60 persen dari biaya perawatan atau sekitar 20 persen dari total biaya produksi. “Oleh karena itu, upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi pemupukan sangat penting dilakukan,” kata Kepala Balitbang Kukar Dr Hermawan, saat membuka Seminar Kajian Pemupukan Komoditas Karet dan Kelapa Sawit, Selasa (23/11) di Tenggarong.
Seminar yang diikuti sejumlah kelompok tani dari kecamatan yang menjadi
sentra produksi kelapa sawit dan karet se-Kukar ini dihadiri pejabat
Balitbang dan para peneliti dari Universitas Mulawarman (Unmul)
Samarinda.
Menurut Hermawan, kajian terhadap kurang produktifnya hasil kedua komoditas unggulan di Kukar itu dilakukan bersama peneliti dari Unmul pada September lalu. Ada 5 wilayah sentra produksi yang menjadi sasaran pentelitian. Yaitu Muara Badak, Muara Kaman, Marangkayu, Kembang Janggut, dan Kotabangun. “Dari kelima sentra produksi kedua komoditas, setelah diteliti ternyata kondisinya belum memuaskan,” ujarnya.
Dikatakan, hasil analisis laboratorium maka di 5 sentra tersebut berdasarkan status kesuburan tanahnya ternyata secara umum sangat rendah hingga sedang. Karena kandungan kimiawi di dalam tanah terutam unsur hara sangat tipis, sementara aluminium lebih mendominasi akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terganggu.
Menurut Hermawan, kajian terhadap kurang produktifnya hasil kedua komoditas unggulan di Kukar itu dilakukan bersama peneliti dari Unmul pada September lalu. Ada 5 wilayah sentra produksi yang menjadi sasaran pentelitian. Yaitu Muara Badak, Muara Kaman, Marangkayu, Kembang Janggut, dan Kotabangun. “Dari kelima sentra produksi kedua komoditas, setelah diteliti ternyata kondisinya belum memuaskan,” ujarnya.
Dikatakan, hasil analisis laboratorium maka di 5 sentra tersebut berdasarkan status kesuburan tanahnya ternyata secara umum sangat rendah hingga sedang. Karena kandungan kimiawi di dalam tanah terutam unsur hara sangat tipis, sementara aluminium lebih mendominasi akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terganggu.
Karena itu, jalan keluar yang baik dan perlu dilakukan adalah dengan
pemupukan yang tepat sesuai dengan kondisi tanah yang dihadapi.
Diharapkan hasil kajian ini dapat difahami petani kebun yang menjadi
peserta seminar sehingga produksi komoditas unggulan ini ke depannya
menjadi lebih meningkat. “Kami juga akan merekomendasikan ke instansi
terkait mengenai hasil kajian ini,” demikian katanya.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, RABU, 24 NOPEMBER 2010