Perlu Instrumen Khusus untuk Jaga Harga Komoditas
11 Desember 2011
Admin Website
Artikel
5439
JAKARTA. Indonesia merupakan produsen terbesar untuk
beberapa komoditas, seperti timah, kelapa sawit, karet dan kakao. Namun
posisi Indonesia sebagai produsen tidak menjadikannya penentu harga bagi
produk-produk tersebut.
Penentu harga komoditas justru pasar internasional. Oleh sebab itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menuturkan pentingnya instrumen umtuk menjaga harga komoditas.
"Kita ingin bisa kelola pasar kita, termasuk pasar internasional dengan berbagai instrumen, tentu bukan bermaksud unyuk semena mena atau sewenang dengan konsumen dan membuat industri kesulitan," ujar Bayu di Kementerian Perdagangan, Jakarta, akhir pekan lalu.
Bayu menerangkan, instrumen ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan harga antara ketersediaan dan permintaan komoditas (supply and demand). Dituturkannya, selama ini harga yang ditetapkan oleh internasional masih fluktuatif.
"Kalau harga terlalu tinggi, tentu pabrik akan repot, konsumen juga. Jad dicari keseimbangannya. kalau terlalu jauh, terlalu rendah saya kira itu tidak bijak," jelasnya.
Salah satu contoh instrumen pasar adalah seperti yang diterapkan oleh asosiasi pengusaha karet Indonesia. Pengusaha karet mengelola sendiri (self regulation) pasokan karet dengan memperhatikan supply dan demand serta perkembangan harga.
"Sehingga mulai 2008 harga karet yang tadinya hanya US$1, bisa capai US$4, bahkan US$5,8. Ini bentuk pengelolaan produk perdagangan di mana kita punya peran yang sangat dominan di dunia ini," kata Bayu.
Ia menambahkan konsorsium tiga negara pemegang 70% perdagangan karet dunia, yakni Indonesia, Thailand dan Malaysia yang tergabung dalam International Rubber Consortium sepakat untuk menerapkan instrumen tertentu dengan pola berbeda dalam mengontrol harga komoditas karet.
Ia mengungkapkan Thailand bisa sediakan dana penyangga, jadi kalau harganya jatuh bisa dibeli oleh pemerintah. Jadi kalau harganya jatuh bisa dibeli oleh pemerintah. Sementara Indonesia menggunakan self regulation yang dilakukan oleh asosiasi pengusaha.
"Malaysia in between lah. Ini adalah bentuk bagaimana ke depan (menjaga harga komoditas) untuk komoditi di mana kita dominan, termasuk, timah, sawit, karet, kakao mungkin belakganan, mungkin rempah," tukas Bayu.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, MINGGU, 11 DESEMBER 2011
Penentu harga komoditas justru pasar internasional. Oleh sebab itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menuturkan pentingnya instrumen umtuk menjaga harga komoditas.
"Kita ingin bisa kelola pasar kita, termasuk pasar internasional dengan berbagai instrumen, tentu bukan bermaksud unyuk semena mena atau sewenang dengan konsumen dan membuat industri kesulitan," ujar Bayu di Kementerian Perdagangan, Jakarta, akhir pekan lalu.
Bayu menerangkan, instrumen ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan harga antara ketersediaan dan permintaan komoditas (supply and demand). Dituturkannya, selama ini harga yang ditetapkan oleh internasional masih fluktuatif.
"Kalau harga terlalu tinggi, tentu pabrik akan repot, konsumen juga. Jad dicari keseimbangannya. kalau terlalu jauh, terlalu rendah saya kira itu tidak bijak," jelasnya.
Salah satu contoh instrumen pasar adalah seperti yang diterapkan oleh asosiasi pengusaha karet Indonesia. Pengusaha karet mengelola sendiri (self regulation) pasokan karet dengan memperhatikan supply dan demand serta perkembangan harga.
"Sehingga mulai 2008 harga karet yang tadinya hanya US$1, bisa capai US$4, bahkan US$5,8. Ini bentuk pengelolaan produk perdagangan di mana kita punya peran yang sangat dominan di dunia ini," kata Bayu.
Ia menambahkan konsorsium tiga negara pemegang 70% perdagangan karet dunia, yakni Indonesia, Thailand dan Malaysia yang tergabung dalam International Rubber Consortium sepakat untuk menerapkan instrumen tertentu dengan pola berbeda dalam mengontrol harga komoditas karet.
Ia mengungkapkan Thailand bisa sediakan dana penyangga, jadi kalau harganya jatuh bisa dibeli oleh pemerintah. Jadi kalau harganya jatuh bisa dibeli oleh pemerintah. Sementara Indonesia menggunakan self regulation yang dilakukan oleh asosiasi pengusaha.
"Malaysia in between lah. Ini adalah bentuk bagaimana ke depan (menjaga harga komoditas) untuk komoditi di mana kita dominan, termasuk, timah, sawit, karet, kakao mungkin belakganan, mungkin rempah," tukas Bayu.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, MINGGU, 11 DESEMBER 2011