
SAMARINDA. Gubernur Awang Faroek Ishak membantah
keras anggapan jika pengembangan perkebunan sawit lebih banyak merusak
lingkungan dan merugikan masyarakat. Penegasan Awang disampaikan untuk
menjawab pertanyaan wartawan saat digelar konferensi pers di sela
penyelenggaraan GCF Annual Meeting 2017 di Balikpapan, Senin (25/9).
“Perkebunan sawit merusak lingkungan?
Tidak seperti itu. Sebab kami sudah membuat kesepakatan dengan kabupaten
dan kota untuk bersama-sama menjaga hutan alam di areal-areal
perkebunan sawit,” tegas Awang. Kesepakatan yang sudah diamini parapihak
yang bertanggungjawab di kabupaten/kota itu antaralain memproteksi
areal yang masih berhutan alam dan berkarbon stok tinggi. “Semua yang
bertanggung jawab dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit harus
memproteksi hutan alam di areal perkebunan mereka,” imbuhnya.
Manakala diperlukan ekspansi atau
perluasan kebun, maka sebut Awang, yang harus dilakukan bukan dengan
melakukan perluasan areal, tetapi dengan meningkatkan produktifitas
hingga mencapai rata-rata produksi nasional yakni 25 ton/hektar.
Kalaupun harus tetap membuka lahan, prioritas hanya untuk areal yang
rendah karbon atau hanya dihuni semak belukar.
Kesepakatan lainnya adalah memberdayakan
para petani kecil dengan memberikan kesempatan membangun kebun-kebun
mereka disertai bimbingan para pekebun besar dalam rantai pasokan yang
berkelanjutan. “Jadi konsep ini yang akan kita jaga ke depan agar
pembangunan sawit di Kaltim benar-benar bisa mengalirkan nilai-nilai
ekonominya dan di sisi lain kualitas lingkungan tetap terjaga” tegasnya
lagi.
Bukan hanya itu, dengan peralihan
kewenangan perijinan yang saat ini berada di pemerintah provinsi
Gubernur Awang Faroek menjamin tidak akan ada ijin-ijin baru bagi
perusahaan yang tidak memiliki komitmen baik untuk pembukaan lahan.
“Zero burning itu harus dilaksanakan. Tidak boleh ada pembukaan kebun
dengan membakar. Kalau ada yang membakar, ijinnya langsung dicabut. Saya
kira itu paling bagus. Kalau ke pengadilan, nanti mereka dihukum
ringan, berapa pun didenda, mereka bayar. Tapi kalau ijinnya dicabut,
itu yang paling mujarab saya kira,” sambungnya.
Kebijakan ini lanjut Awang merupakan
satu bukti nyata komitmen Kaltim dalam kampanye pembangunan hijau
berkelanjutan, seperti yang sudah menjadi komitmen 35 provinsi dan
Negara bagian Anggota GCF yang saat ini sedang menggelar rapat tahunan
di Kota Balikpapan. (sul/ri/humasprov)
SUMBER : SEKRETARIAT